Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Perpres ini diterbitkan pada Senin (5/10) lalu dan diundangkan keesokan harinya, Selasa (6/10).
"Dalam percepatan pengadaan Vaksin COVID-19 dan Vaksinasi COVID-19 memerlukan langkah-langkah luar biasa (extraordinary) dan pengaturan khusus untuk pengadaan dan pelaksanaannya," demikian tulis pertimbangan Perpres Nomor 99 Tahun 2020 yang dikutip detikcom, Senin (2/11/2020).
Salah satu hal krusial yang diatur dari pengadaan Vaksin COVID-19 tersebut adalah soal penetapan harganya. Tugas ini secara jelas dilimpahkan Jokowi kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menteri Kesehatan menetapkan besaran harga pembelian Vaksin COVID-19 dengan memperhatikan kedaruratan dan keterbatasan tersedianya Vaksin COVID- 19," tulis pasal 10 ayat (1) perpres tersebut.
Selain itu, Terawan juga diberikan sejumlah tanggung jawab penting lainnya yaitu menentukan jenis dan jumlah pengadaan Vaksin COVID-19.
"Jenis dan jumlah untuk pengadaan Vaksin COVID-l9 melalui penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan," tulis pasal 5 ayat (2) beleid itu.
Namun, untuk mengemban tugas satu ini Terawan tidak sendirian. Keputusan Terawan terkait jenis dan jumlah pengadaan vaksin COVID-19 tetap harus mempertimbangkan pertimbangan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Lalu, penunjukan langsung badan usaha penyedia vaksin COVID-19 juga jadi wewenang Terawan. Demikian pula dengan syarat-syarat badan usaha nasional dan internasional yang akan ditunjuk pun jadi tugas Mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu.
"Persyaratan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan," tulis Pasal 6 ayat (5).
Terawan bahkan dapat amanah terkait pelaksanaan vaksinisasi COVID-19. Di antaranya menetapkan kriteria dan prioritas penerima vaksin, prioritas wilayah penerima vaksin, jadwal dan tahapan pemberian vaksin, dan standar pelayanan vaksinasi. Namun, untuk tugas ini juga perlu memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Dalam rangka melaksanakan vaksinisasi COVID-19, kementerian Terawan diperbolehkan membangun kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara atau badan usaha swasta, organisasi profesi/kemasyarakatan, dan pihak lainnya yang dipandang perlu.
Kerjasama yang dimaksud meliputi dukungan penyediaan tenaga kesehatan, tempat vaksinasi, logistik/transportasi, gudang dan alat penyimpanan vaksin termasuk buffer persediaan/ stock piling, keamanan, dan/atau sosialisasi dan penggerakan masyarakat.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan," sambung pasal 15 beleid tersebut.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan sebagai sumber pendanaan pengadaan vaksin COVID-19 dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Hal itu juga diatur dalam Perpres tersebut.
"Pendanaan pengadaan Vaksin COVID- 19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 oleh Pemerintah bersumber pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sebagaimana bunyi pasal 17 ayat (1) perpres itu.
Pengadaan Vaksin COVID-19 yang pendanaannya bersumber pada APBN itu dapat dilakukan dengan mekanisme kontrak tahun jamak. Kontrak tahun jamak maksudnya kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani dana APBN lebih dari 1 Tahun Anggaran (TA).
Lalu, untuk mendukung pelaksanaan penugasan PT Bio Farma (Persero) yang ditunjuk sebagai pelaksana pengadaan (penyedia) vaksin COVID-19, pemerintah dapat memberikan bantuan lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, terkait bantuan pendaan kepada penyediaan Vaksin COVID-19 (Bio Farma), dapat dilakukan dengan membayar di muka (advance payment atau dapat diberikan uang muka kepada penyedia (vaksin) lebih dari 15% dari nilai kontrak tahun jamak, yang dituangkan dalam perjanjian/kontrak.
"Pembayaran penyediaan Vaksin COVID-19 sesuai dengan tahapan yang disepakati dalam perjanjian/ kontrak," sambung pasal 19 ayat (2) aturan itu.
Sedangkan, menurut pasal 20 beleid itu, untuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dapat menyediakan pendanaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendukung pelaksanaan vaksinasi COVID-19 pada daerah masing-masing.
Pendanaan lainnya, menurut pasal 12 dan 13 Perpres tersebut, dapat berupa fasilitas fiskal berupa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai atas impor vaksin, bahan baku vaksin dan peralatan yang diperlukan dalam produksi vaksin COVID-19, serta peralatan untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang boleh diberikan oleh pemerintah.
Fasilitas perpajakan yang diperlukan dalam hal ini adalah yang berkenaan dengan pengadaan dan/atau produksi vaksin COVID-19 dan peralatan pendukung untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(fdl/fdl)