Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) untuk tahun 2021.
Permintaan tersebut juga sudah disampaikan pengurus DPN APTI kepada Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko pada tanggal 18 November 2020. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum DPN APTI Agus Parmuji dan Sekjen DPN APTI Syafrudin.
Agus menjelaskan situasi dan kondisi sentra tembakau di dua tahun terakhir yakni 2019 dan 2020 sedemikian parah hingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau juga mengalami penurunan yang luar biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri," kata Agus kepada wartawan, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Kondisi sentra tembakau yang menurut, dikatakan Agus dikarenakan penetapan tarif cukai setinggi 23% pada tahun 2020. Penetapan itu berakibat terhadap minimnya penyerapan tembakau lokal. APTI juga mengkritisi rencana pemerintah untuk tetap bersikeras menaikan tarif cukai sigaret kretek mesin (SKM), yang berada dalam kisaran 13% hingga 20%.
"Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal. SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional," ujarnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, menurut Agus, APTI mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya sebesar 5%. Belum lagi keberadaan rokok illegal jenis SKM yang akan semakin merajalela.
Di sisi lain, APTI menyambut positif rencana pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret kretek tangan (SKT). SKT adalah produk yang banyak melibatkan tenaga kerja, jadi tidak adanya kenaikan tarif di sini akan membantu produsen untuk mempertahankan tenaga kerja yang ada.
Selain tarif cukai, APTI juga menyampaikan masukan terhadap rencana program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Dalam aturan sekarang ini, 50% dari DBHCHT tersebut dialokasikan ke sektor pertanian. Dari alokasi tersebut, petani tembakau memperoleh 10%. APTI mengusulkan agar persentasenya dinaikkan hingga minimal 35% dan bentuknya berupa bantuan langsung tunai
"APTI berharap tarif cukai untuk kedua produk tersebut, yang banyak bernuansa nasional, dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah. Harapan kami, pemerintah mempertimbangkan kedua produk nasional tersebut agar kenaikan cukai ke depan tidak berdampak pada ambruknya ekonomi masyarakat pertembakauan dan ikutannya," katanya.
(hek/dna)