Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan cukai rokok naik pada tahun depan sebesar 12,5%. Kenaikan per sektor industri berbeda-beda, sementara sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan.
Terkait hal tersebut, Ketua Bidang Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono menilai keputusan pemerintah tidak menaikkan cukai hasil tembakau untuk SKT pada tahun depan untuk memberikan perlindungan pada ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di dalamnya hingga keberlangsungan industri kretek yang padat karya.
"AMTI mengapresiasi keputusan pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada golongan sigaret kretek tangan (SKT) pada tahun 2021 demi perlindungan ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di dalamnya, penyerapan produksi tembakau yang melibatkan 2,6 juta orang, serta keberlangsungan industri kretek tangan yang padat karya," katanya kepada detikcom, Kamis (10/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pihaknya menyayangkan cukai rokok naik cukup tinggi untuk rokok mesin. Di mana, kenaikan itu melampau inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Hal ini masih cukup memberikan PR bagi para pemangku kepentingan industri hasil tembakau yang cukup terdampak akibat kenaikan tarif CHT 2020 yang cukup tinggi, serta pandemi COVID-19," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beralasan, kenaikan cukai hasil tembakau ini berpengaruh terhadap harga rokok yang semakin mahal. Hal ini membuat rokok semakin tidak terbeli.
"Prevalensi merokok untuk anak anak usia 10-18 tahun akan tetap diupayakan diturunkan sesuai RPJM. Saat ini 9,1% akan diturunkan di 8,7% pada tahun 2024," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual terkait cukai rokok, Kamis (10/12/2022).
"Kenaikan cukai hasil tembakau ini akan menyebabkan rokok jadi lebih mahal. Atau affordability indeksnya naik jadi 12,2% jadi 13,7% - 14% sehingga makin tidak dapat terbeli," tambahnya.
(acd/ara)