Vaksin virus Corona (COVID-19) buatan Sinovac sudah tiba di Indonesia pada pekan lalu, tepatnya 6 Desember 2020. Totalnya hanya sebagian, yakni 1,2 juta dosis.
Pemerintah sendiri menargetkan vaksin akan diberikan kepada 182 juta orang. Dari target tersebut, hanya sekitar 50% yang mendapatkan vaksin gratis. Sementara, sisanya harus membayar secara mandiri.
Keputusan pemerintah itu dikritik oleh sejumlah pengamat ekonomi. Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara pun mendesak pemerintah untuk menggratiskan vaksin ke seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bhima, dari sisi anggaran, pemerintah masih mampu untuk menggratiskan semua vaksin.
"Jadi dengan asumsi menurut ahli epidemologis antara 70-80% total penduduk yang harus divaksinasi untuk memperoleh kekebalan komunal atau herd immunity, maka minimum biaya vaksinasi kisaran Rp 75 triliun. Pertanyaannya, ada nggak uangnya? Dan kenapa pemerintah ada vaksin berbayar dan gratis? Bisa nggak semua gratis? Jawabannya bisa. Kenapa? Karena yang terjadi saat ini adalah masalah dari politik anggaran pemerintah yang terkesan mengutamakan proyek infrastruktur dibandingkan penanganan kesehatan," kata Bhima ketika dihubungi detikcom, Selasa (15/12/2020).
Ia mengatakan, di tahun 2021 pemerintah mengalokasikan sebesar Rp 413 triliun. Sayangnya, stimulus kesehatan justru lebih kecil porsinya. Menurut Bhima, sudah seharusnya anggaran infrastruktur itu bisa dialokasikan untuk vaksin Corona.
"Sementara stimulus kesehatan berkurang menjadi Rp 25,4 triliun. Ini kan artinya ruang fiskal untuk menggratiskan vaksin itu ada. Masalahnya secara politik anggaran mau apa tidak? Secara prioritas, harusnya 2021 itu masih fokus pada penanganan kesehatan," tegas Bhima.