Investasi Miras Dibuka, Obat Sembuhkan Pariwisata?

Investasi Miras Dibuka, Obat Sembuhkan Pariwisata?

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 28 Feb 2021 18:45 WIB
Minuman beralkohol, alkohol,
Foto: Getty Images/iStockphoto/MaximFesenko
Jakarta -

Pemerintah membuka gerbang untuk masuknya investasi minuman beralkohol atau minuman keras (miras) khusus untuk 4 provinsi. Keempat provinsi itu yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

Sebagian besar dari provinsi yang dipilih merupakan provinsi yang kuat di sektor pariwisata. Sementara di masa pandemi pariwisata merupakan sektor yang paling para terkena hantam.

Lalu apakah kebijakan ini akan mampu menjadi vitamin untuk menyembuhkan sektor pariwisata?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy menilai sektor pendorong pariwisata bukan hanya sekadar industri miras. Banyak hal lain yang menjadi faktor bangkitnya pariwisata.

"Misalnya infrastruktur pendukung, jenis atraksi wisatawan, kepastian transportasi dari dan menuju tempat wisata," tuturnya kepada detikcom, Minggu (28/2/2021).

ADVERTISEMENT

Lagi pula menurutnya Indonesia juga sudah memilki banyak produk minuman beralkohol. Itupun jika memang dianggap minuman beralkohol sebagai salah satu daya tarik wisatawan asing.

"Kalaupun argumennya, minuman beralkohol dibutuhkan wisatawan. Saat ini Indonesia sudah punya usaha produk minuman beralkohol yang sudah dan sering digunakan oleh para wisatawan," tambahnya.

Sementara Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai justru kebijakan itu membuat wajah Indonesia di mata investor asing khususnya dari negara muslim kurang bagus.

"Banyak sektor yang bisa dikembangkan selain industri miras. Kalau hanya punya dampak ke tenaga kerja, sektor pertanian dan pengembangan agro industri harusnya yang dipacu," terangnya.

Menurut Bhima dengan dibukanya investasi miras akan berdampak buruk secara jangka panjang. Selain kesehatan, berpotensi menimbulkan gejolak sosial.

"Apalagi kalau produk miras nya ditawarkan ke pasar dalam negeri. Sebaiknya aturan ini direvisi lagi dengan pertimbangan dampak negatif dalam jangka panjang. Ini bukan sekedar pertimbangan moral tapi juga kerugian ekonomi dari sisi kesehatan," tutupnya.




(das/dna)

Hide Ads