Produsen baja raksasa asal Korea Selatan POSCO C&C berencana mengakhiri kerja sama dengan perusahaan yang dikendalikan militer Myanmar, Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL). Hal itu dilakukan setelah adanya kekerasan oleh junta militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa antikudeta yang terjadi sejak Februari lalu.
Perusahaan telah melakukan diskusi internal, di tengah pengawasan dari pemegang saham dan aktivis hak atas bisnis internasional yang masih mengoperasikan kemitraan di Myanmar. POSCO C&C berencana menjual 70% sahamnya di MEHL.
"Kami tidak ingin menjalankan bisnis seperti yang kami lakukan sekarang, dan kami sedang meninjau restrukturisasi operasi kami di Myanmar," kata sumber yang mengetahui masalah tersebut, dikutip dari Reuters, Selasa (6/4/2021)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tidak berarti kami terburu-buru untuk membuat keputusan apapun, tetapi dua opsi yang berpotensi terjadi termasuk menjual saham kami atau membeli saham (MEHL) mereka," tambah mereka.
MEHL sendiri salah satu entitas militer Myanmar yang baru-baru ini mendapat sanksi dari Amerika Serikat dan Inggris. Menurut sumber, POSCO juga harus waspada jika ingin mengakhiri kerja sama dengan MEHL. Sebab akan berpotensi merugikan POSCO sebanyak ratusan juta dolar dari proyek gas yang memberikan keuntungan besar bagi perusahaan.
Keuntungan yang dihasilkan POSCO dari bisnis baja Myanmar sekitar 2 miliar won atau US $ 1,77 juta tahun lalu. Sekitar dua pertiga dari keuntungan operasional di Posco International berasal dari tahun lalu sekitar 300 miliar won dalam kemitraan dengan perusahaan energi lokal Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE).
Bekerja sama dengan MOGE, Posco International mengendalikan proyek gas melalui 51% sahamnya, sedangkan India's Oil and Natural Gas Corp (ONGC) dan GAIL yang masing-masing dimiliki sebanyak 17% dan 8,5% saham.
Simak juga 'Saat Pengunjuk Rasa Myanmar Suarakan Anti-Kudeta Lewat Telur Paskah':