Corona Meledak, YLKI Tolak GeNose Jadi Syarat Perjalanan

Corona Meledak, YLKI Tolak GeNose Jadi Syarat Perjalanan

Tim detikcom - detikFinance
Rabu, 23 Jun 2021 14:34 WIB
Para calon pemudik mengikuti tes genose di Terminal Poris Plawad, Kota Tangerang, Banten, Selasa (4/5/2021).
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta agar penggunaan GeNose sebagai syarat perjalanan dihapus. YLKI menilai, GeNose memiliki akurasi yang rendah. Desakan itu disampaikan di tengah ledakan jumlah kasus baru penularan virus Corona di tanah air.

Jumlah kasus virus Corona COVID-19 bertambah 14.536 pada Senin (21/6/2021). Total kasus positif mencapai 2.004.445, sembuh 1.801.761, dan meninggal 54.956 jiwa. Penambahan kasus baru hari ini menjadi rekor tertinggi dalam sejarah wabah COVID-19 di Indonesia. Rekor tertinggi sebelumnya tercatat pada 30 Januari 2021 dengan angka kasus mencapai 14.518.

Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, rendahnya akurasi hasil tes GeNose ini mengkhawatirkan karena bisa menghasilkan hasil negatif yang 'palsu'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak kasus, akurasinya mengindikasikan rendah. Dikhawatirkan menghasilkan 'negatif palsu'," kata Tulus dalam keterangannya, Rabu (23/6/2021).

Dia mengatakan, faktor harga seharusnya bukan pertimbangan utama. Sebab, hal ini terkait dengan keselamatan dan keamanan seseorang.

ADVERTISEMENT

"Sebaiknya pilih antigen (minimal), demi keamanan dan keselamatan bersama. Dan demi terkendalinya wabah COVID," ujarnya.

Senada, Ahli biologi molekuler Ahmad Utomo juga menyarankan agar pemerintah kembali mengacu pada penggunaan alat test deteksi Corona yang sudah baku dan diakui secara internasional.

"Kembalikan ke tes standar baku, kecuali sudah ada bukti validasi GeNose. Tes GeNose adalah untuk screening bukan untuk diagnosis. Jika dipakai sebagai syarat verifikasi perjalanan maka penggunaan GeNose tidak sesuai fungsinya," kata Ahmad.

Ia mengatakan, hingga kini penggunaan GeNose memang belum didukung oleh bukti validasi eksternal sebagai uji keterpaparan COVID-19.

Ia menyoroti cara kerja GeNose. GeNose kata dia, samasekali tidak mendeteksi komponen virus yang ada di dalam tubuh pasien yang diperiksa layaknya seperi yang dilakukan pada pemeriksaan penggunakan alat tes Swab Antigen atau PCR.

GeNose hanya mendeteksi beberapa jenis gas yang terkandung dalam uap napas yang diembuskan pasien. Dari sana, alat yang terhubung dengan kecerdasan buatan atau artificial intelegence (AI) pada perangkat lunak GeNose akan mendetksi ada tidaknya kandungan gas yang umumnya dikeluarkan oleh pasien yang sudah terkonfirmasi COVID-19.

"Jadi dia nggak mendeteksi virusnya, tapi dia mendeteksi gasnya," jelas Ahmad.

Kondisi ini lanjut dia, yang bisa berbahaya karena ada risiko sistem perangkat lunak gagal mendeteksi terpapar atau tidaknya seseorang dari virus Corona.

"Yang kita khawatirkan bukan positif palsu, tapi justru yang bahaya kalau dia negatif palsu," tegasnya.

Ahmad menjelaskan tes GeNose adalah untuk screening bukan untuk diagnosis. Jika dipakai sebagai syarat verifikasi perjalanan maka penggunaan GeNose tidak sesuai fungsinya.

"Kalau misalnya hasil screening itu membolehkan dia untuk bekerja atau dia boleh sekolah atau dia boleh bepergian, menurut saya bukan sekadar screening. Itu dalam tanda kutip sudah diagnosis," jelas dia.

Simak juga Video: Apakah GeNose Dapat Mendeteksi Jenis Mutasi Baru Virus Corona?

[Gambas:Video 20detik]



(acd/dna)

Hide Ads