Sejumlah organisasi menolak pemberlakuan SNI terhadap rokok elektrik/elektronik atau vape. Mereka adala Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Komnas Pengendalian Tembakau, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Yayasan Lentera Anak, dan Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA).
Apa alasannya?
1. Cacat Paradigma
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai ada lima kecacatan dalam SNI rokok elektrik. Pertama cacat paradigma atau cacat ideologi. Sebab, rokok adalah produk substandar sehingga tidak mungkin dibuatkan standar dalam hal ini SNI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi BSN ini seolah-olah akan menjadi legitimasi untuk mengamankan rokok dengan latar belakang SNI. Padahal jelas dari siapapun tadi sudah dikatakan semua narasumber, rokok adalah produk substandar, produk yang tidak sehat sehingga tidak mungkin dibuatkan standardisasi," katanya dalam sebuah webinar, Jumat (10/9/2021).
2. Cacat Sosiologis
Lalu yang kedua cacat sosiologis. Sebab, WHO telah menyatakan tembakau sebagai pandemi dunia dengan korban 7 juta orang meninggal per tahun. Di Indonesia sendiri 35% orang dewasa adalah perokok aktif, atau sekitar 75 juta orang. Atas kondisi di atas, dia menilai rokok elektrik akan menjadi ancaman wabah baru ketika wabah rokok konvensional belum bisa dikendalikan.
3. Cacat Proses
Pihaknya menyebut cacat proses karena pembuatan SNI rokok elektrik tidak transparan dan tidak merepresentasikan stakeholder yang kompeten, kemudian tidak melibatkan kementerian dan kelembagaan yang kompeten untuk urusan kesehatan, dan juga tidak melibatkan keterwakilan konsumen yang mempunyai legal standing yang jelas.
Simak juga video 'WHO Minta Penggunaan Rokok Elektrik Dibatasi':
Berlanjut ke halaman berikutnya.