China saat ini menguasai industri baterai mobil listrik dunia. Pada 2020 saja negara tersebut memiliki pasokan 77% dari total kapasitas baterai mobil listrik di seluruh dunia yang sebesar 432 Gigawatt hour (GWh). Lalu disusul Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, Eropa, Jepang, dan negara lainnya.
"Kalau dilihat dari sisi kapasitasnya, kapasitas yang kita (dunia) miliki di tahun 2020 itu sekitar 432 Gigawatt dengan suplai paling banyak diberikan oleh China, kemudian diikuti oleh negara-negara lainnya," kata Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM, Nurul Ichwan dalam webinar, Kamis (23/9/2021).
Pada 2025 pun China diproyeksikan masih akan mendominasi suplai baterai mobil listrik dunia. Pada tahun itu pasokan secara global diperkirakan sebesar 1.769 GWh, dimana China kemungkinan akan berkontribusi sebesar 63%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas apakah Indonesia bisa ikut ambil bagian sebagai pemasok baterai mobil listrik dunia? pemerintah optimistis mengenai hal tersebut. Sebab, permintaan terhadap baterai mobil listrik dibandingkan kapasitas produksinya akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Kita ambil contoh misalnya di tahun yang sama di tahun 2025 di mana kita (dunia) punya kapasitas produksi 1.769 Gigawatt tetapi dari sisi demand-nya itu sekitar 500 ribu Gigawatt. Jadi gapnya akan sangat luar biasa sekali. Artinya permintaan pasar ke depan sampai dengan tahun 2040 bahkan ini akan terus meningkat, sehingga bisnis ataupun peluang untuk berbisnis di sektor baterai untuk keperluan kendaraan listrik ini akan terus mempunyai perspektif yang akan sangat menarik sekali," jelasnya.
Indonesia pun percaya diri bisa menjadi bagian dari rantai pasok dunia karena memiliki lebih dari 20% total cadangan nikel dunia. Nikel menjadi bahan baku utama pembuatan baterai mobil listrik.
"Tentunya pemerintah memberikan fokus kepada peningkatan kemampuan kita untuk menghasilkan baterai yang memberikan dukungan kepada industri mobil listrik," paparnya Nurul.
Dari bahan baku nikel yang berlimpah, Indonesia bisa menciptakan nikel ore, lalu mixed hydroxide precipitate (MHP). Dari situ kemudian bisa menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat. Kemudian bisa dikembangkan untuk membuat prekursor. Dari prekursor, Indonesia bisa menghasilkan material katoda untuk membuat baterai listrik untuk kendaraan.
"Dari situ maka kemudian keseluruhannya bisa dihasilkan di Indonesia. Karenanya Indonesia akan menjadi bagian atas downstream dari industri nikel yang memberi dukungan terhadap penciptaan industri mobil listrik di Indonesia yang menjadi suplai bagi kebutuhan internasional," tambahnya.
(toy/zlf)