Rencana kenaikan target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 disebut akan berdampak pada industri. Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengungkapkan kenaikan CHT ini akan mempengaruhi kinerja industri.
Dia menyebutkan jika dinaikkan, maka berdampak buruk untuk sejumlah industri rokok. "Terutama sigaret kretek tangan (SKT) yang ada banyak tenaga kerjanya," ujar dia, Kamis (30/9/2021).
Heri mengatakan, apabila kondisi ini tidak terbendung, justru akan berbahaya karena IHT melibatkan banyak sumber daya manusia (SDM), mulai dari buruh hingga petani tembakau dan cengkih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, pemerintah seolah hanya menargetkan penerimaan negara dari rokok tetapi tidak mau mendengarkan aspirasi para pelaku usahanya. "Pabrik rokok itu 67% pendapatannya diambil negara, sisanya harus menanggung bahan baku, karyawan, dan lain-lain," katanya.
Dalam hal ini, Heri berharap rencana kenaikan tarif CHT harus memperhatikan aspirasi pelaku usaha dan industri. "Seharusnya pemerintah mencari terobosan dengan mencari sumber (penerimaan) baru," ujar dia.
Formasi mengatakan bahwa kenaikan CHT 2022 belum tepat dilakukan di masa pandemi. "Jangan karena ingin penerimaan negara naik, industri dikorbankan. Multiplier effect-nya yang kami khawatirkan," tambah dia.
Sebelumnya, seluruh elemen mata rantai IHT juga secara tegas menyampaikan pernyataan sikap bersama kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara belum lama ini terkait rencana kenaikan CHT pada 2022.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI Sudarto mengatakan telah terjadi penurunan pada IHT dalam 10 tahun terakhir.
"Pemerintah perlu memberi perhatian serius untuk menyelamatkan industri padat karya ini, bukannya hanya fokus pada kepentingan pendapatan negara lewat kenaikan cukai," Sudarto. Dia berharap pemerintah peduli kepada korban yang termarjinalkan akibat kenaikan cukai yakni pekerja rokok yang didominasi oleh pekerja sektor SKT.