Kemudahan yang dirasakan petani dalam mendapatkan pakan tentu berimbas kepada jumlah ikan yang berhasil dipanen dan dijual dengan memanfaatkan fitur marketplace perikanan eFresh dari eFishery. Tahun ini menurut eFishery, lebih dari 13.000 ton ikan hasil panen pembudidaya telah didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. eFishery mencatatkan total transaksi sebesar Rp 420 Miliar dari distribusi ikan dalam negeri dan ekspor udang di tahun 2021 ini.
Sepanjang 2021 pendapatan eFishery tumbuh 140% dibandingkan tahun lalu. Selain KABAYAN dan eFresh, pendapatan perusahaan juga ditopang oleh sejumlah pengembangan inovasi dan teknologi melalui fitur eFeeder, eFarm, eFisheryKu, dan juga eMall.
Pencapaian yang didapatkan eFishery menurut Gibran berasal dari pemanfaatan teknologi yang selain ditujukan untuk peningkatan produktivitas di sektor akuakultur, juga diharapkan bisa meningkatkan kualitas hidup dan usaha para pembudidaya ikan dan udang di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ekosistem digital sudah lebih besar sekarang dan penetrasinya sudah masuk ke pelosok dan membuka akses layanan finansial, ecommerce maupun layanan perikanan seperti eFishery. Mayoritas pembudidaya yang kami survey mengaku tidak kesulitan dan merasa perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan hasil produksinya," imbuhnya.
Ia menambahkan, eFishery berkomitmen untuk terus memberikan dukungan yang lebih besar lagi untuk pertumbuhan industri akuakultur di Indonesia. "Dengan harapan untuk kedepannya bersama eFishery, kita bisa ciptakan pangan Indonesia yang berkelanjutan," pungkas Gibran.
Potensi Perikanan Budidaya Indonesia
Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS menuturkan, produksi perikanan budidaya Indonesia saat ini nomor dua terbesar di dunia.
"Tahun 2019, Tiongkok itu produksi ikan budidayanya 68,42 juta ton per tahun. Sementara Indonesia di posisi kedua dengan 15,89 juta ton. Padahal panjang garis pantai Tiongkok yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya hanya 14.500 km, sementara Indonesia punya 99.083 km," kata Rokhmin.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut menilai, untuk bisa meningkatkan produksi perikanan nasional, dibutuhkan inovasi teknologi seperti yang dilakukan eFishery.
"Untuk bisa mencapai target produksi 2 juta ton pada 2024 itu sebenarnya memungkinkan karena Indonesia punya potensinya terbesar di dunia. Oleh karena itu perlu anak-anak muda untuk bisa menggenjot ini," ujarnya.
Direktur Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia Ujang Komarudin, mengatakan tren produksi perikanan di Indonesia sudah bergeser dari perikanan tangkap ke perikanan budidaya. Ujang mencatat pada 2020 lalu, para pembudidaya ikan dan udang di Indonesia sudah mampu memproduksi 15,45 juta ton, sementara hasil tangkapan nelayan di laut hanya sebesar 7,7 juta ton.
"Perikanan budidaya itu diperkirakan bisa menyumbang 16% dari US$ 1,33 triliun nilai potensi keekonomian bidang kelautan Indonesia. Jadi kalau kita fokus mengembangkan perikanan budidaya, sama saja dengan membangunkan raksasa yang sedang tidur. Sangat luar biasa," kata Ujang.
Ia menambahkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri telah menyusun program dalam mengoptimalkan budidaya perikanan nasional. Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep ekonomi biru.
"Ada keseimbangan dalam menjalankan prinsip ekonomi dengan ekologi. Sehingga tetap produktif namun berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Jangan sampai terjadi over eksploitasi. Untuk meningkatkan produktivitas dibutuhkan inovasi teknologi yang cerdas, modernisasi, serta digitalisasi dalam sistem produksi dan rantai pasok perikanan budidaya," jelas Ujang.
(kil/dna)