Industri Baja RI Bakal Sulit Berkembang, Nih Biang Keroknya

Industri Baja RI Bakal Sulit Berkembang, Nih Biang Keroknya

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 27 Jan 2022 13:39 WIB
Sejak 20 Januari 2019, pemerintah akan mengendalikan pemakaian impor baja. Selama ini industri baja dalam negeri keluhkan gempuran baja dari luar negeri.
Industri Baja/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Industri baja di Indonesia disebut akan sulit berkembang jika tak mendapat dukungan pasokan bahan baku baja impor. Pemerhati Perumahan Rakyat dari Universitas Indonesia Cindar Hari Prabowo mengungkapkan saat ini hampir 50% industri nasional masih dipenuhi dari luar negeri. Penyebabnya industri hulu baja nasional belum mampu untuk memenuhi kebutuhan.

"Industri Baja Nasional merupakan import processing industry yang artinya industri baja nasional akan mati jika tidak mendapat pasokan bahan baku baja impor," kata Cindar, Kamis (27/1/2022).

Menurut dia, dari total impor baja nasional dapat dibagi menjadi dua bagian besar yang pertama impor baja dengan tanpa Lartas (pengendalian pemerintah) seperti slab, billet dan ore terlihat naik sejak beberapa tahun terakhir pada tahun 2019 diimpor baja tanpa lartas sebesar 4,7 juta ton dan di tahun 2021 diimpor mencapai 5,22 juta ton atau naik 11%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menambahkan, industri hulu dalam negeri hanya asik mengimpor bahan bakunya saja, tanpa ada usaha yang sesungguhnya membuat dengan berbagai alasan seperti furnacenya serta teknologi terbatas bahkan ada yang tidak beroperasi.

"Mereka juga beralasan jika memproses sendiri harganya mahal mending impor, karena itu Indonesia harus segera melakukan reformasi industri hulu nasional agar tidak terjadi teriak banjir impor setiap tahun hanya modus untuk menutupi ketidakmampuannya di depan publik," jelas dia.

ADVERTISEMENT

Sementara, baja yang di Lartas (pengendalian) pemerintah, berdasarkan data BPS 2021, justru mengalami pengendalian terukur. Data tahun 2019 impor baja di lingkup Lartas sebanyak 7,89 juta ton dengan program subtitusi impor terlihat baja lartas pada 2021 sebesar 6,35 juta ton atau turun sebanyak 19,5%.

Lanjut halaman berikutnya.

Dengan demikian, ada peningkatan produksi dalam negeri yang menggeser kebutuhan impor baja menuju penggunaan produk dalam negeri mulai dari produk antara hingga produk turunannya dan ini sangat mendongkrak investasi baja nasional.

"Kalau dilihat sebaran impor memang sangat ironis, impor justru didominasi oleh produsen di sektor hulu dan antara. HRC, baja gulungan canai dingin (Cold Rolled Coil/CRC), dan baja lapis mendominasi 71,6% dari total impor baja yang dikendalikan Pemerintah, artinya ada ketidakmampuan baja di sektor hulu," jelasnya.

Humas Poros Maritim Dunia Nawacita, Irianto melihat pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan HIPMI Anggawira salah sasaran dan hanya berbekal pengetahuan yang dangkal tentang baja nasional dan pernyataan tentang banjir impor terkesan memojokkan pemerintah.

"Seolah pemerintah tidak melakukan pengendalian baja sangat disayangkan dan saya sarankan Anggawira lebih baik menganalisa performa keuangan industri hulu baja di Indonesia," kata Irianto. "Karena hal ini penting agar publik tidak salah persepsi dan terkesan melantunkan suara orang lain karena bukan bidang pemahamannya," jelas dia.


Hide Ads