Industri baja di Indonesia disebut akan sulit berkembang jika tak mendapat dukungan pasokan bahan baku baja impor. Pemerhati Perumahan Rakyat dari Universitas Indonesia Cindar Hari Prabowo mengungkapkan saat ini hampir 50% industri nasional masih dipenuhi dari luar negeri. Penyebabnya industri hulu baja nasional belum mampu untuk memenuhi kebutuhan.
"Industri Baja Nasional merupakan import processing industry yang artinya industri baja nasional akan mati jika tidak mendapat pasokan bahan baku baja impor," kata Cindar, Kamis (27/1/2022).
Menurut dia, dari total impor baja nasional dapat dibagi menjadi dua bagian besar yang pertama impor baja dengan tanpa Lartas (pengendalian pemerintah) seperti slab, billet dan ore terlihat naik sejak beberapa tahun terakhir pada tahun 2019 diimpor baja tanpa lartas sebesar 4,7 juta ton dan di tahun 2021 diimpor mencapai 5,22 juta ton atau naik 11%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Hati-hati! RI Kebanjiran Baja Impor |
Dia menambahkan, industri hulu dalam negeri hanya asik mengimpor bahan bakunya saja, tanpa ada usaha yang sesungguhnya membuat dengan berbagai alasan seperti furnacenya serta teknologi terbatas bahkan ada yang tidak beroperasi.
"Mereka juga beralasan jika memproses sendiri harganya mahal mending impor, karena itu Indonesia harus segera melakukan reformasi industri hulu nasional agar tidak terjadi teriak banjir impor setiap tahun hanya modus untuk menutupi ketidakmampuannya di depan publik," jelas dia.
Sementara, baja yang di Lartas (pengendalian) pemerintah, berdasarkan data BPS 2021, justru mengalami pengendalian terukur. Data tahun 2019 impor baja di lingkup Lartas sebanyak 7,89 juta ton dengan program subtitusi impor terlihat baja lartas pada 2021 sebesar 6,35 juta ton atau turun sebanyak 19,5%.
Lanjut halaman berikutnya.