Petani Minta Jokowi Turun Tangan Dongkrak Harga TBS Sawit

Petani Minta Jokowi Turun Tangan Dongkrak Harga TBS Sawit

Ilyas Fadilah - detikFinance
Kamis, 23 Jun 2022 22:51 WIB
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit tingkat petani sejak dua pekan terakhir mengalami penurunan dari Rp2.850 per kilogram menjadi Rp1.800 sampai Rp1.550 per kilogram, penurunan tersebut pascakebijakan pemeritah terkait larangan ekspor minyak mentah atau crude palm oil (CPO). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.
Foto: ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS
Jakarta -

Harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani anjlok. Para petani sawit pun meminta pemerintah segara turun tangan, salah satunya dengan mencabut aturan yang dianggap membebani.

Apa saja aturan itu?

"Pemerintah harus gerak cepat untuk mendongkrak harga TBS petani dengan cara mencabut Peraturan yang menekan harga TBS Petani. Saat ini Peraturan yang kami sebut 'beban' adalah BK, PE, DMO-DPO dan FO (flush-out)," ujar Gulat Manurung Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dalam keterangan tertulis, Kamis (23/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gulat mengatakan pemerintah dapat melakukan 2 opsi dan harus dibuka ke masyarakat. Pertama, jika tetap menggunakan full beban (PE+BK+DMO/DPO+FO), maka harga CPO Indonesia akan jatuh pada angka Rp10.176/kg, yang artinya harga TBS Petani Rp2.165/kg.

"Perlu dicatat, bahwa harga ini adalah harga Dinas Perkebunan, tentu kalau harga di PKS turun lagi, apalagi kalau di level petani kecil tentu menjual hasil panennya paling ke Pedagang Pengumpul (RAM) yang harganya bisa turun Rp.400-500/kg. Jadi praktis nya harga dilevel petani kecil hanya Rp.1.200-1400/kg, bahka saat ini ada yang hanya dihargai Rp.600/kg. RAM menekan harga bukan tanpa alasan, karena tidak adanya kepastian harga di PKS dan selalu berubah-ubah," terang Gulat.

ADVERTISEMENT

Kedua, jika beban BK (Bea Keluar) diturunkan dari US$ 288/ton menjadi US$ 200/ton dan PE (Pungutan Ekspor) dari US$ 200 ditekan menjadi US$ 100 totalnya menjadi US$ 350, maka harga CPO Domestik Rp.16.060/Kg CPO dan harga TBS Petani naik menjadi Rp 3.400/kg (dengan asumsi rendemen TBS = 21%). Jika CPO Indonesia sama sekali tanpa beban, maka harga TBS Petani adalah Rp.4.500/kg.

Minta Presiden Joko Widodo turun tangan di halaman berikutnya. Langsung klik

Dengan demikian beban TBS petani sesungguhnya jika dengan beban saat ini (full beban) adalah Rp2.340/kg TBS. Ini menggambarkan betapa beratnya beban TBS Petani sawit saat ini, yaitu 52% dari harga sesungguhnya (Rp4.500/kg jika tanpa beban).

"Jadi semuanya tergantung Presiden Jokowi, jika ingin membantu petani sawit mendapatkan haknya, maka opsi kedua adalah pilihan (beban hanya PE dan BK) maka harga TBS Petani akan terdongkrak menjadi Rp 3.400/kg. Namun jika tetap menggunakan opsi full beban, maka harga TBS Petani Rp.2.165/kg (seperti saat ini). Tentu ini beban yang luar biasa yang harus kami gendong sebagai petani kecil dengan keringat dan tulang kering kami sendiri," papar Gulat.

Gulat menambahkan saat ini semua serba salah, pabrik kelapa sawit (PKS) sudah sangat terancam karena di satu sisi, PKS didesak oleh Petani untuk membeli TBS mereka disatu sisi tangki timbun penuh, demikian juga dengan Refinary terkendala di kecepatan ekspor karena banyaknya rintangan yang harus dilalui.

Oleh karena itu, lambatnya ekspor dari refineri mengakibatkan serapan CPO dari PKS menjadi lambat bahkan terhenti. Terhentinya atau lambatnya ekspor akan sangat berpengaruh kepada serapan TBS petani di PKS-PKS.

"Jadi secara sederhana dikatakan bahwa anjloknya harga TBS Petani diakibatkan oleh dua hal yaitu beban CPO dan Lambatnya ekspor CPO dan turunannya. Jadi kalau ada Menteri yang mengatakan bahwa harga CPO memang lagi turun penyebab anjloknya harga TBS, itu salah," tutur Gulat.


Hide Ads