Faktanya, praktik ini memungkinkan perusahaan besar dan asing masuk ke golongan yang lebih rendah dengan tarif cukai yang lebih murah. Padahal, seharusnya perusahaan itu mampu membayar tarif cukai yang tinggi sesuai golongannya.
Sebelumnya, Pakar Hukum UGM Oce Madril menegaskan, pengaturan batasan produksi pada rokok biasa saat ini sudah tidak relevan untuk mengatur besaran tarif cukai yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Kebijakan pengaturan volume produksi yang kurang tepat berpotensi membuka peluang penghindaran cukai yang membuat penerimaan negara tidak optimal.
Ia menjelaskan, penelitian yang dilakukannya sepanjang tahun 2021 menunjukkan ada beberapa potensi penghindaran yang bisa muncul dari skema struktur tarif cukai saat ini. Hal tersebut disebabkan, antara lain, lebarnya selisih tarif cukai rokok antara golongan I yang paling tinggi dengan golongan II yang lebih murah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan selisih tarif yang lebar antara golongan I dan II, maka pengusaha memiliki peluang yang lebih menguntungkan dengan bertahan di golongan II, meskipun sebenarnya secara kemampuan produksi, mereka masuk dalam kategori golongan I. Pengusaha yang masuk dalam golongan II tersebut tentu akan membayar tarif cukai yang jauh lebih murah," katanya.
Saat ini, pabrikan dengan produksi lebih dari 3 miliar batang rokok per tahun akan masuk dalam golongan I dan masuk ke dalam golongan II jika produksinya tidak lebih dari 3 miliar batang rokok.
Salah satu dugaan modus yang dapat terjadi untuk pabrikan menghindari membayar cukai tinggi adalah tidak melaporkan produksi secara benar dan faktual. Apalagi jika pengawasan yang dilakukan lemah, maka pelanggaran jenis ini dapat terjadi.
Modus ini bisa terlihat ketika terjadi selisih antara jumlah pelekatan pita cukai dengan jumlah produksi yang dilakukan perusahaan. Ia menegaskan, praktik modus tidak melaporkan jumlah produksi rokok secara benar dapat merugikan penerimaan negara. Praktik tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk menghindari tarif cukai tinggi, mengingat penetapan golongan tarif sangat berkaitan dengan jumlah produksi dalam satu tahun.
Kedua, perusahaan menahan produksi rokok. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan agar produksi mereka tetap berada di bawah 3 miliar dan menikmati tarif cukai yang lebih murah.
Untuk menghindari potensi kerugian negara, Oce merekomendasikan pemerintah menurunkan skema jumlah produksi yang menjadi dasar penggolongan pabrikan rokok. Ia juga menyarankan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperkuat audit secara berkala untuk verifikasi laporan produksi pabrikan rokok.
(fdl/fdl)