Menjelang waktu perumusan APBN 2023, termasuk penentuan rencana target cukai hasil tembakau (CHT), para pemangku kepentingan di industri hasil tembakau mulai resah. Seperti tahun - tahun sebelumnya, target penerimaan CHT diperkirakan akan kembali dikerek naik.
Terlebih, Pemerintah telah menaikkan target CHT tahun ini menjadi Rp. 209,9 T melalui Perpres 98/2022. Hal ini dinilai akan memicu kenaikan tarif cukai yang lebih tinggi pada tahun 2023.
Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menyatakan, petani tembakau kini harap-harap khawatir terhadap kenaikan cukai tinggi pada 2023. Menurutnya, rencana kenaikan CHT 2023 yang tinggi akan memberatkan mereka. Apalagi, dalam 3 tahun terakhir, cukai sudah dinaikkan 23%, 12,5%, dan 12%.
"Mengingat masyarakat masih dibebani dengan kenaikan berbagai macam barang kebutuhan pokok, harapannya kebijakan cukai 2023 tidak makin membebani penghidupan petani," imbuhnya. Dia menjelaskan pada tahun ini kondisi petani sangat sulit akibat cuaca yang tidak mendukung, ditambah lagi kenaikan cukai 2022 yang menekan.
"Harapan APTI, kebijakan cukai harus melihat kondisi ekonomi, lihat inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Tentunya harapan kami cukai tidak perlu naik dulu tahun depan," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Anggota Divisi Advokasi Organisasi Gerbang Tani Fuad Bahari mengatakan dampak kenaikan cukai pada petani tembakau sebagai bagian dari hulu industri perlu diperhatikan.
"Selama ini pemerintah hanya fokus pada target penerimaan sehingga cukainya selalu digenjot, namun tidak memperhatikan industri hulu dan hilirnya. Kalau cukai berimbang, seharusnya kesejahteraan petani tembakau ikut naik," katanya.
Dia mengatakan pertanian tembakau sebagai bagian dari ekosistem industri tembakau pasti terdampak jika CHT dinaikkan. "Kalau ada kenaikan, otomatis serapan pasar akan lebih menurun karena harga lebih tinggi," ujarnya.