Pinke Arfianti Dwihapsari, Pembina Industri dan Sub Koordinator untuk Fungsi Industri Minuman Ringan dan Pengolahan Hasil Holtikultura Kemenperin - dalam acara pelatihan jurnalistik yang diselnggarakan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta akhir pekan lalu - menghimbau BPOM untuk berkoordinasi dengan Kemenperin dalam membina industri pangan.
Karena, menurut dia, pada dasarnya produk-produk AMDK yang beredar itu sudah melalui proses memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), di mana pemenuhan syarat SNI itu sudah menjadi syarat keluarnya izin edar dari BPOM.
"Jadi, jika ada porduk di pasar yang tidak sesuai standar, tinggal dipanggil saja produsennya, ditanyakan penyebabnya dan diminta melakukan tindakan agar tidak ada produk diluar standar yang beredar di pasar. Tidak perlu ada aturan aturan baru yang bisa menambah beban industri," kata Pinke.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan Kemenperin akan segera meminta klarifikasi kepada BPOM terkait pengungkapan temuan produk AMDK non standar di pasar, bagaimana kajian dan temuan itu dilakukan dan monitoringnya seperti apa.
"Karena, kami dari penerbit regulasi SNI mengharapkan pengawasan itu bisa dilakukan bersama-sama dan bukan hanya dilakukan oleh satu instansi saja," ucapnya.
Di acara yang sama, dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma, membuat perbandingan sifat fungsional kemasan antara galon guna ulang dan galon sekali pakai. Dia mengatakan bahwa galon guna ulang memiliki banyak keunggulan dibandingkan galon sekali pakai. "Galon guna ulang lebih fleksibel, sehingga lebih tahan dari resiko pecah atau retak.
Galon guna ulang juga memiliki ketahanan gores dan benturan yang lebih baik dan suhu transisi gelas atau Tg yang lebih tinggi, yaitu 150 derajat Celcius dibanding galon sekali pakai yang hanya 70 derajat Celcius, sehingga tahan untuk dicuci dengan suhu panas antara 60-80 derajat Celcius dengan penyikatan menggunakan sikat plastik tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan kemasan.
Selain itu, menurut Nugraha, kemasan guna ulang sering disebut juga dengan kemasan multitrip karena mengalami banyak perjalanan, yaitu dari pabrik dikirim ke distributor/toko/penjual lalu dibawa ke konsumen, kemudian kemasan kosong dikembalikan lagi oleh konsumen ke penjual/toko/distributor untuk dikirimkan ke pabrik dan digunakan ulang, dan siklus ini dapat terjadi berulang-ulang hingga kemasan galon itu rusak/pecah.
Sebaliknya, kata Nugraha, galon sekali pakai memiliki resiko lebih mudah tergores saat dilakukan pencucian dengan menggunakan sikat.
"Untuk alasan inilah, galon guna ulang itu memiliki keunggulan dibandingkan galon sekali pakai, karena dapat digunakan untuk kemasan guna ulang atau multitrip yang lebih banyak," tukasnya.
Tidak hanya itu, menurutnya, data absorpsi air menunjukkan bahwa pada galon guna ulang itu absorpsinya lebih rendah dibandingkan pada galon sekali pakai.
"Sehingga, dapat dikatakan bahwa galon guna ulang lebih tahan terhadap air dibandingkan galon sekali pakai," katanya.
(dna/dna)