Pemerintah Mau Batasi Produksi Stainless Steel Demi Baterai Mobil Listrik

Pemerintah Mau Batasi Produksi Stainless Steel Demi Baterai Mobil Listrik

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 28 Nov 2022 15:00 WIB
Pekerja menyelsaikan pembuatan stainless steel strip di Pabrik milik PT. Bina Niaga Multiusaha, Cikarang, Jawa Barat, Selasa (25/08/2016). PT. Bina Niaga Multiusaha (BNM) merupakan satu-satunya produsen stainless steel strip di Indonesia dalam bentuk coil khususnya untuk material yang sangat tipis dibawah 0.2 mm sampai dengan paling tipis 0.06 mm) dan sesuai dengan standard JIS (Japanese Industrial Standard) serta Standard Pengujian Material dari Amerika yaitu ASTM. Grandyos Zafna/detikcom.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan pemerintah akan melakukan pembatasan produksi stainless steel. Langkah ini seiring dengan pemerintah yang tengah mendorong pengembangan ekosistem baterai.

Stainless stell sendiri merupakan produk hasil olahan nikel kelas dua atau disebut juga nikel berkadar tinggi, yaitu feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI). Nikel diproses pada smelter teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF).

Sedangkan baterai kendaraan listrik atau lithium menggunakan bahan baku nikel kadar rendah yaitu limonit. Keduanya diolah menggunakan teknologi yang berbeda. Bahan baku ini didapatkan dari hasil proses nikel pada smelter berteknologi High-pressure Acid Leaching (HPAL).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Supaya kita tidak kehabisan bahan baku stainless steel, jadi sudah cukup smelter kita, kita mau alihkan ke yg lain lah yang lebih hilir dan mengarah ke baterai," teranf Ridwan, kepada media di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, Minggu (27/11/2022).

Oleh karena itu, Ridwan mengatakan, pemerintah saat ini tengah menggenjot produksi nikel kadar rendah, selaras dengan pembangunam ekosistem electric vehicle (EV). Sedangkan menurutnya, produksi nikel kadar tinggi dianggap telah mencukupi.

ADVERTISEMENT

"Jadi stainless steel kita anggap cukup karena kalau kita tambah-tambah terus nanti bahan baku kita tidak cukup panjang nanti baterainya. Jadi sementara cukup dulu, nanti kita arahnya sekarang nikel kadar rendah untuk baterai," ujarnya.

Sedangkan saat ditanya mengenai peta jalannya, Ridwan tidak menjabarkan secara rinci. Namun yang pasti, konsop yang tengah disiapkan ialah memfokuskan industri nikel ini untuk mendorong pengembangan ekosistem EV.

"Sebetulnya secara konsep dari sekarang kita juga sudah berpikir begitu. Sukup dengan smelter sekarang kan sudah cukup banyak. Jadi biarkan dia tumbuh dulu bagus, kita mengarahnya kepada seperti untuk batre," jelasnya.

Tidak hanya itu, Ridwan juga menyebut, pemerintah berencana untuk menambah sekitar 4 smelter HPAL, selaras dengan kebutuhan bahan baku baterai listrik. Pemerintah juga saat ini terus berkoordinasi dengan pabrik-pabrik kendaraan listrik agar baterai-baterai yang telah terproduksi nantinya bisa langsung tersalurkan.

"Smelter cukup sampe di situ dulu (rencana pengembangannya), nanti kita lihat," tandasnya.

(dna/dna)

Hide Ads