Pemerintah berencana memberikan insentif atau subsidi untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik. Rencana pemberian subsidi itu dinilai positif untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik, namun ada sejumlah catatan.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov menilai, rencana kebijakan ini bisa menarik minat masyarakat agar beralih dari kendaraan BBM ke kendaraan yang ramah lingkungan. Apalagi, harga kendaraan listrik masih relatif lebih mahal dibanding kendaraan berbasis BBM.
"Saya menilai insentif ini masuk akal dan bisa diterima," katanya, Jakarta, Minggu (8/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abra menjelaskan, perlu payung hukum atau aturan main terkait pemberian subsidi ini, termasuk kriteria kendaraan listrik yang boleh mendapat insentif.
"Secara regulasi harus segera ada payung hukum atau aturan main terkait insentif ini. Termasuk kriteria kendaraan listrik apa saja yang layak mendapatkan insentif. Dari sisi nilai misalnya, kendaraan listrik yang sangat mahal ya tidak perlu insentif," tuturnya.
Ia menambahkan, subsidi kendaraan listrik ini mesti terintegrasi dengan subsidi energi, khususnya subsidi BBM. Dengan pemberian subsidi kendaraan listrik bakal terjadi pergeseran dari kendaraan BBM. Oleh karena itu, perlu adanya relokasi subsidi sehingga dapat menghindari beban tambahan negara.
"Dengan adanya insentif ini akan ada pergeseran transportasi kendaraan pribadi dari yang sebelumnya menggunakan BBM menjadi listrik, sehingga subsidi energinya direlokasi dari BBM ke stimulus kendaraan listrik," terangnya.
Tambahnya, hal itu membuat masyarakat tidak menikmati dua subsidi sekaligus.
"Itu akan menjadi pilihan masyarakat tapi kebijakan subsidinya harus terintegrasi. Jadi masyarakat tidak bisa menikmati dua subsidi, masyarakat akan memutuskan kendaraan mana yang akan menguntungkan untuk masyarakat," ujarnya.
(acd/dna)