Didid mengatakan, sebelumnya Bappebti sudah punya pengalaman berkaitan dengan pembentukkan harga acuan komoditas, yakni pada komoditas Timah, walaupun belum bisa dikatakan harga acuan milik Indonesia. Pasalnya, Timah ada di dua bursa yaitu BBJ dan IDX dan keduanya kadang kala berbeda, sheingga belum bisa dikerucutkan jadi harga acuan Indonesia.
Bursa CPO ini hanya menjadi awalan. Ke depannya, Didid mengatakan, pihaknya akan mengembangkan bursa-bursa komoditas lain, seperti kopi dan karet. Nantinya setiap bursa akan memegang satu komoditas.
Sebagai tambahan informasi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menargetkan harga acuan sendiri untuk CPO tersebut bisa terbentuk pada Juni 2023. Dengan begitu Indonesia juga bisa mengatur acuan harga CPO dunia juga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan segala kewenangan yang dimiliki kalau bisa karet, CPO, kopi itu sudah bisa di kita. Jadi kalau memungkinkan Juni itu bisa udah bisa terpampang di layar bahwa kita punya patokan harga. Kalau dulu pagi-pagi itu di radio ada harga kopi dunia, harga lada dunia," ujarnya, di Pembukaan Rapat Kerja Bappebti, di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).
Instruksi ini berangkat dari kondisi Indonesia yang merupakan produsen terbesar CPO di dunia. Tetapi industri sawit dalam negeri malah mengacu pada harga dari Malaysia.
"Beberapa kali di sidang kabinet disinggung masa kita ikut dengan Malaysia yang punya sawit kita tapi kita ikut Malaysia, yang jelek siapa ya Bappebti. Punya Bappebti tapi kok ikuti Malaysia," kata Zulhas.
(dna/dna)