Lebih lanjut, Syawqie menjelaskan potensi genotoksik merupakan potensi terjadinya kerusakan genetika yang ditandai dengan perubahaan sel. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah inti sel kecil pengguna produk tembakau alternatif dan non-perokok masuk dalam kategori normal, yang berkisar pada angka 76-85.
Adapun jumlah inti sel kecil perokok aktif masuk dalam kategori tinggi yakni sebanyak 145,1. Jumlah inti sel kecil yang semakin banyak menunjukkan ketidakstabilan sel akibat paparan terhadap senyawa toksik yang merupakan indikator terjadinya kanker di rongga mulut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif di dalam negeri harus diperbanyak agar memberikan informasi yang menyeluruh kepada pemerintah dan para pemangku kepentingan mengenai potensi dan profil risiko dari produk tembakau alternatif," kata Profesor Syawqie.
Bukti mengenai minimnya risiko dari produk tembakau alternatif juga diungkapkan oleh kajian yang dilakukan Fakultas Kedokteran Gigi Unpad dengan judul "Respon Gusi Pada Pengguna Vape Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Eksperimental)".
Penelitian klinis tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana produk tembakau alternatif memberikan dampak bagi pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi pada pengguna rokok elektrk dibandingkan perokok.
Penelitian ini melibatkan 15 responden berusia 18-55 tahun yang dibagi ke dalam tiga kelompok dengan distribusi gender tidak merata. Hasil temuan ini membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik yang telah berhenti dari merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi yang dibuktikan dengan peradangan dan pendarahan gusi sama seperti yang dialami oleh non-perokok.
Akademisi dari Fakultas Kedokteran Gigi Unpad, yakni Dr. Amaliya, drg., Ph.D, Dr. drg. Agus Susanto, M.Kes., Sp.Perio. (K), serta drg. Jimmy Gunawan, Sp.Perio juga telah melakukan kajian klinis dengan judul "Respons Gusi Pada Pengguna Vape Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Ekperimental)".
Dr. Amaliya menjelaskan, penelitian klinis tersebut untuk mengetahui sejauh mana produk tembakau alternatif memberikan dampak bagi pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi pada pengguna vape dibandingkan perokok.
"Hasil temuan ini membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik yang telah berhenti kebiasaan merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi, sama seperti yang dialami oleh non-perokok," ujar dia.
Dengan temuan tersebut, Dr. Amaliya berharap semakin banyak akademisi dan peneliti dalam negeri yang melakukan riset ilmiah terhadap produk tembakau alternatif secara komprehensif. Hasil dari kajian tersebut nantinya dapat dijadikan referensi informasi yang akurat. Sebab, masih banyak opini dan informasi yang keliru mengenai produk ini di publik.
"Memang penelitian terhadap produk tembakau alternatif di Indonesia masih terbatas. Saya berharap pemerintah atau institusi yang berwenang mendukung penelitian dan kajian lebih lanjut dari produk tembakau alternatif agar manfaat dari produk ini dapat disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya perokok dewasa," jelasnya.
(dna/dna)