Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) telah melayangkan surat permohonan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat itu berisikan permintaan kepada presiden untuk meninjau ulang RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini sedang dibahas oleh Panja RUU Kesehatan Komisi IX DPR RI.
Dalam surat resmi GAPPRI tertanggal 16 Mei 2023 bernomor D.0519/P.GAPPRI/V/2023 perihal Penolakan Pasal pada RUU tentang Kesehatan tersebut, diketahui bahwa para pengusaha rokok itu secara khusus menolak inisiasi pembahasan RUU Kesehatan khususnya Pasal 154 - 158.
"Bapak Presiden yang kami hormati, kami mengusulkan akan lebih baik Pasal 154 - 158 dalam RUU kesehatan ditiadakan. Kami menolak inisiasi pembahasan RUU Kesehatan khususnya Pasal 154 - 158," tegas Ketua umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan, Selasa (23/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut kajian GAPPRI, isi pasal- pasal yang mereka tentang itu sangat berpotensi menimbulkan polemik dan kegaduhan publik di seluruh pemangku kepentingan IHT dari sektor hulu sampai sektor hilir.
Sebagai contoh dalam Pasal 154 RUU Kesehatan Omnibus Law disebutkan bahwa Produk Tembakau dikategorikan sebagai Zat Adiktif bersama dengan Narkotika, Psikotropika dan Minuman Beralkohol.
Menurut GAPPRI pengelompokan tersebut tidak sesuai karena tembakau merupakan produk legal sedangkan narkotik tidak. Bagi mereka, hal ini tentu akan berdampak pada seluruh mata rantai yang terlibat di industri hasil tembakau (IHT) dari petani hingga distribusi.
"Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-VIII/2010, tanggal 1 November 2011, disebutkan bahwa tembakau adalah produk legal yang terbukti dengan dikenakannya cukai," ujar Henry lagi.
Lebih lanjut, dalam Pasal 156 disebutkan bahwa pengaturan standardisasi kemasan akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Kesehatan.
Lihat juga Video 'Resmi Naik, Berikut Daftar Harga Terbaru Cukai Rokok':
Berdasarkan kajian GAPPRI, perubahan pengaturan yang sebelumnya berbentuk Peraturan Pemerintah menjadi peraturan di tingkat kementerian dapat berpotensi memojokkan IHT nasional yang telah terpuruk akibat stigma negatif dan kebijakan yang menekan.
"Selama ini, IHT telah diatur oleh ratusan peraturan yang diterbitkan oleh sejumlah Kementerian dan Lembaga baik di tingkat pusat dan daerah yang umumnya pengaturan tersebut menekan IHT nasional. Karena itu, alangkah lebih baiknya untuk tidak menambah aturan yang makin memberatkan lagi bagi IHT nasional," kata Henry Najoan.
Untuk alasan itu, para pengusaha rokok ini kemudian meminta kepada Presiden untuk secara komprehensif mempertimbangkan kembali masukan mereka atas RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut.
"Kami sangat berharap Presiden Jokowi agar mempertimbangkan secara komprehensif aspirasi stakeholders sektor pertembakauan terkait RUU Kesehatan Omnibus Law demi kelangsungan usaha di tanah air," pungkas Henry Najoan.
(fdl/fdl)