Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan, saat ini sejumlah industri di subsektor tekstil masih dalam keadaan babak belur. Hal ini terjadi justru di tengah tren kenaikan di industri tersebut.
"Kami menyatakan bahwa subsektor tekstil masih suffer," kata Febri, dalam Perilisan Survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) edisi bulan Juni 2023, di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (27/6/2023).
Febri mengatakan, kondisi ini dilaporkan secara langsung oleh para pelaku industri. Kondisi ini juga tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI), dalam hal ini subsektor tekstil menjadi salah satu industri yang mengalami kontraksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai, salah satu penyebabnya ialah masih maraknya peredaran baju impor bekas di pasar dalam negeri. Pihaknya juga menerima informasi, produk tersebut masuk lewat Pusat Logistik Berikat (PLB).
"Terutama kami mendapat info bahwa produk tekstil itu masuk lewat PLB," katanya.
Oleh karena itu, Kemenperin meminta kepada kementerian/lembaga lain yang berwenang dalam PLB untuk dapat mengawasi secara ketat barang yang keluar dari PLB. Terutama yang masuk ke badan logistik, agar diawasi secara.
Sementara itu, Direktur Indutri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki, Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan, tercatat pada Juni 2023 ini peningkatan impor tekstil dengan angka yang cukup besar, yakni 133 ribu ton dari angka sebelumnya yang hanya 106 ribu ton.
"Volume inilah yang kira-kira jadi pengaruh, lonjakan impor ini, menyebabkan stok tekstil di pasaran akhirnya tidak terserap, masih banyak hingga bulan Juni 2023 ini. Hal ini menyebabkan pesanan tekstil dari industri garmen menurun dan produksinya juga menurun," terangnya.
Di sisi lain, kondisi pasar ekspor pakaian jadi sendiri terpantau cukup kondusif dan bersahabat dengan Amerika Serikat, yakni tujuan ekspor tekstil andalan RI. Adie mengatakan, pihaknya tengah memanfaatkan momentum perang dagang AS dan Tiongkok demi mendorong peningkatan angka ekspor.
"Sehingga terjadi kenaikan ekspor secara volume sebesar 32,5 juta ton di bulan Mei ini, dari 21,9 juta ton di bukan April. Jadi meningkat cukup tajam hampir 50%. Dan secara nilai sebesar US$ 700,7 juta di bulan Mei, dari US$ 480,2 juta di bulan April. Jadi ningkat sebesar 45,92%," ujarnya.
Kondisi pasar pakaian jadi di dalam negeri juga ikut terkerek naik dengan adanya peningkatan konsumsi. Hal ini selaras dengan Indonesia yang saat ini mulai memasuki tahun ajaran baru.
"Sehingga ritel-ritel yang sedang menghabiskan stok pasca lebaran kemarin yang mengalirkan persediaan sehingga persediaan semakin menipis sekarang. Berikutnya maka produsen sudah mulai meningkatkan produksi," kata Adie.
(das/das)