Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Australia membuahkan hasil. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan salah satu hasil pertemuan itu adalah Komitmen Australia untuk melakukan ekspor lithium ke Indonesia.
Dalam kunjungannya Selasa (4/7/2023), Jokowi sempat bertemu empat mata dengan Perdana Menteri Anthony Albanese. Jokowi dan jajarannya, termasuk Luhut juga sempat hadir pada pertemuan bisnis dengan para pengusaha di Australia.
Kembali ke Luhut, dia mengatakan Australia berkomitmen untuk melakukan ekspor 60.000 ton lithium untuk diproses di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, menjadi baterai kendaraan listrik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga mengatakan Australia terkesan dengan keberhasilan Indonesia melakukan proses hilirisasi mineral. Maka dari itu, Australia mau mengekspor lithium-nya ke Indonesia.
"Kunjungan ke Australia itu yang sangat bagus mereka akui kalau hilirisasi kita itu sangat bagus, sehingga mereka juga sepakat bahwa 60.000 ton lithium mereka yang diekspor ke Indonesia juga diproses di Morowali. Jadi kita punya lithium sekarang," ungkap Luhut dalam keterangan video di akun Instagram resminya, @luhut.pandjaitan, dikutip Jumat (7/6/2023).
Luhut juga meminta Australia mau menambah ekspor lithium 60.000 ton lagi. Lantas apa untungnya Australia menambah jumlah ekspor hingga dua kali lipat?
Dengan jumlah sumber daya yang diekspor dua kali lipat, Luhut menjanjikan Australia bisa berpartisipasi ke dalam pengembangan hilirisasi mineral di Morowali.
"Tapi saya bilang boleh nggak tambah 60.000 ton lagi? Nah di mana mereka nanti bisa ikut participate di dalam project itu. Jadi sehingga itu kita lakukan jointly dan mereka setuju dengan itu," sebut Luhut.
Keuntungan bisa didapatkan Australia, kata Luhut, apabila mengolah sumber daya lithium-nya di Indonesia. Keuntungan utamanya adalah biaya produksi yang lebih murah di Indonesia karena ekosistem mobil listrik sedang dikebut di Indonesia.
"Itu saya kira satu hal, dan cost di Australia kan bisa 4 kali lebih mahal dari kita, kalau membuat processing mobil listrik misalnya A to A. Jadi kalau di Indonesia cost-nya pasti lebih turun," ujar Luhut.
Adapun dalam pertemuan dengan Albanese, Jokowi sempat mengutarakan keinginannya agar Indonesia dan Australia kerja sama dalam pengembangan baterai kendaraan listrik. Mengingat kedua negara punya kekayaan alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku.
"Indonesia dan Australia harus membangun kerja sama ekonomi yang lebih substantif dan strategis melalui pengembangan bersama produksi baterai EV," kata Jokowi. lalu.
(hal/hns)