Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, implementasi dari EU Deforestation Regulation (EUDR) berpotensi menimbulkan kerugian hingga US$ 7 miliar atau setara Rp 105 triliun (kurs Rp 15.000/US$).
Informasi ini disampaikannya usai rapat Terbatas (ratas) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rapat tersebut membahas tentang rencana kerja sama Indonesia-Uni Eropa (IEU- CEPA), Undang-undang Antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR), dan Indopacific Economic Framework.
"Regulasi ini akan ada implementing regulation yang akan berlaku sejak nanti diundangkan 18 bulan, di bulan Juni 2025. Produk indonesia yang terdampak senilai US$ 7 miliar," katanya, saat ditemui usai rapat tersebut, di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga menerangkan, dengan berlakunya regulasi ini, akan ada 7 komoditas yang berpotensi terdampak antara lain sapi, kakao, sawit, kacang kedelai, kayu, hasil karet, hingga kopi dan produk turunannya.
"Di sini mereka minta agar barang yang masuk EU itu deforestation free, tergantung kepada UU di negara masing-masing. Yang kedua, di lengkapi dengan due diligence (uji tuntas)," ujarnya.
Selain itu, negara-negara pengekspor juga akan diklasifikasikan terkait dengan deforestasi yang dilakukan. Ada yang high risk, standard risk, serta low risk. Akibatnya, dibutuhkan ongkos tambahan untuk proses yang dilakukannya.
"Pada saat dia high risk, 8% dari barang ini harus diverifikasi. Standar risk 6%, sedangkan low risk 4%. Dalam berbagai kasus, mereka tetap butuh verifikasi. Nah verifikasi ini tentu ada ongkosnya. Siapa yang menanggung dan ini sangat mengganggu kepada small holder," ucapnya.
Airlangga mengatakan, hal ini akan berdampak pada setidaknya 15-17 juta perkebunan Indonesia. Oleh karena itu, beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia dan Malaysia melakukan joint mission dan akan melakukan dialog dengan EU agar kebijakan ini tidak diskriminatif.
Sebagai tambahan informasi, aturan EUDR menetapkan standar dan persyaratan ketat terkait dengan praktik pertanian, penggunaan lahan, dan perlindungan lingkungan. Produk perkebunan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dapat dilarang masuk ke pasar Uni Eropa atau menghadapi pembatasan perdagangan.
Penerapan EUDR pada produk perkebunan Indonesia seperti minyak sawit dapat memiliki dampak signifikan. Pasalnya Indonesia adalah salah satu produsen terbesar dan pengekspor terbesar minyak sawit di dunia.
(rrd/rir)