Maluku Utara akan menjadi sumber baru pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini tak lepas salah satunya dari perkembangan hilirisasi nikel di wilayah tersebut.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada tahun 2022 di angka 22,94%. Angka ini jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,31%.
Perekonomian ekonomi Maluku Utara bahkan tetap kuat meski dihantam pandemi COVID-19. Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 4,92%. Kemudian, meningkat pesat di tahun 2021 menjadi 16,79%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom Josua Pardede mengatakan, hilirisasi nikel terjadi dalam beberapa tahun ini. Dampak dari hilirisasi tersebut terlihat dari perekonomian Maluku Utara yang terus mengalami peningkatan.
Josua mengatakan, ada dua komponen yang berkontribusi besar pada perekonomian Maluku Utara yakni investasi dan ekspor. Menurutnya, hal itu sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang melarang ekspor nikel mentah.
"Artinya ada investasi masuk, di saat bersamaan kinerja ekspor di Maluku Utara memang cenderung meningkat," katanya kepada detikcom.
Josua menambahkan, investasi yang masuk ke Maluku Utara ini selanjutnya memberikan dampak terhadap serapan tenaga kerja. "Dari 2019 itu nilainya jumlah orang bekerja di Maluku Utara data BPS tercatat 520 ribu. Di akhir 2022 sudah hampir 600 ribu, 595 ribu," imbuhnya.
Josua mengatakan, hilirisasi nikel memberikan dampak yang positif. Meski begitu, kata ada sejumlah hal yang masih perlu didorong sehingga hilirisasi ini memberikan dampak yang lebih maksimal. Salah satunya, kata dia, perlu mendorong hilirisasi hingga menjadi produk akhir.
"Kalau tadi sampai end product tentunya akan bisa kita bayangkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Maluku Utara juga akan meningkat sejalan dengan industrialisasi mineral tersebut," ungkapnya,
Adapun perusahaan yang menjalankan hilirisasi nikel di Maluku Utara salah satunya PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel bersama dengan perusahaan afilisiasinya. Perusahaan melakukan penambangan, pengolahan dan pemurnian nikel tepatnya di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Hilirisasi yang turut dijalankan perusahaan tidak hanya memberikan kontrubusi pada perekonomian Maluku Utara secara luas, namun juga pada masyarakat yang hidup di sekitar wilayah operasi perusahaan.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kawasi, Reinhard Siar mengatakan, kehadiran pabrik-pabrik nikel membuat banyak perubahan di masyarakat. Dia mengatakan, sebelum adanya pabrik, masyarakat hidup sebagai petani dan nelayan. Hasil bertani dan melaut itu hanya cukup untuk menghidupi kehidupan sendiri.
"Hasil-hasil pertanian itu tidak ada pasar, maupun hasil-hasil yang di laut, itu tidak ada pasar. Jadi hidupnya hanya cukup makan dan minum, boleh dikatakan istilahnya bertahan hidup," ujarnya.
Kehidupan mereka berubah sejak adanya pabrik. Dia mengatakan, hasil pertanian dan melaut yang tadinya untuk makan sendiri, kini bisa menghasilkan uang. Dari situ, kata dia, kondisi ekonomi masyarakat meningkat. Selain itu, pabrik-pabrik ini juga menyerap tenaga kerja masyarakat setempat.
"Itu memang banyak sekali mayarakat menjadi pekerja di perusahaan ini. Sebelumya memang penganggurannya sangat banyak," imbuhnya.
Pemasok ikan di Desa Kawasi juga kecipratan untung dari hadirnya pabrik-pabrik nikel. Cing Ollong atau biasa disapa Mama Ambon mengatakan, sebelum hadirnya pabrik, ia biasa menjual ikan ke masyarakat sekitar 40 kg per hari. Kehadiran pabrik-pabrik membuat ikan yang dijual lebih banyak hingga mencapai 200 kg per hari.
![]() |
Biasanya, Mama Ambon mengirim ikan cakalang dan tuna ke perusahaan. "Dari nelayan Rp 20 ribu, saya kirim Rp 25 ribu harga per kg," katanya.
Di Desa Kawasi, Harita Nickel juga melakukan pembinaan terhadap usaha mikro kecil menengah (UMKM). Koordinator UMKM Obi Jaya Mandiri Suryani Jamardin Jouronga menerangkan, kelompok UMKM-nya dibentuk tahun 2019. Awalnya, UMKM ini beranggota 19 orang dan kini berkembang menjadi 31 orang.