Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta presiden penggantinya pada 2024 melanjutkan program hilirisasi. Pasalnya hilirisasi berhasil meningkatkan pendapatan Indonesia secara signifikan.
Jokowi menilai Indonesia tidak akan jadi negara maju jika terus menerus mengekspor bahan mentah. Oleh karena itu, pemimpin ke depannya harus berani melanjutkan hilirisasi meski ditekan organisasi internasional seperti WTO dan IMF.
"Kalau hanya ekspor barang mentah saja, sampai kapan pun negara ini tidak akan jadi negara maju. Jadi kita harus berani, pemimpin ke depan harus berani melanjutkan itu. Meskipun resikonya digugat di WTO, ditekan IMF, mungkin ada negara lain neken lagi, jangan mundur. Jangan kemudian tidak berani melanjutkan," katanya dalam Peresmian Pembukaan Rakernas GAMKI, disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (19/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi bercerita Indonesia sebenarnya punya potensi komoditas minyak pada tahun 1970-an. Sayangnya Indonesia gagal mendapatkan nilai tambah dari itu.
"Tahun 80-an saya ingat kita pernah booming kayu, hutan banyak yang dibabat. Tapi kita juga tidak mendapatkan nilai tambah dari sana. Oleh sebab itu sekali lagi sejarah lama itu tidak boleh terulang. Jadi jangan ekspor bahan mentah," lanjutnya.
Ia pun meminta masyarakat agar mengingatkan pemimpin selanjutnya agar tidak mengekspor bahan mentah. Hal itu bisa diwujudkan jika masyarakat kompak dan bersatu.
"Nanti tolong diingatkan pemimpin yang akan datang jangan ekspor bahan mentah. Rakyat harus berani ingatkan soal itu," pintanya.
Jokowi juga menyinggung soal peluang Indonesia lepas dari negara berkembang dan jadi negara maju. Peluang tersebut terbuka lebar dalam 13 tahun mendatang.
Di masa krusial itu, masyarakat harus selektif dalam memilih sosok pemimpin di tahun 2024, 2029 dan 2034. "Hari-hari kepemimpinan 2024, 2029, 2034 sangat menentukan sekali," pungkasnya.
Selain itu Hilirisasi sumber daya alam dinilai berhasil memberikan nilai tambah bagi Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap Indonesia berhasil mendapatkan lonjakan pendapatan dari hilirisasi nikel.
Sebelum hilirisasi, pendapatan dari ekspor nikel masih berkisar US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 33 triliun. Begitu hilirisasi dilakukan jumlah tersebut melonjak jadi US$ 33,8 miliar menjadi Rp 510 triliun.
"Saya berikan contoh saja, nikel ini sering saya sampaikan waktu ekspor bahan mentah sebelum tahun 2020, waktu ekspor itu kita setahun hanya dapat kira-kira US$ 2,1 miliar. Kurang lebih Rp 32 triliun. Begitu hilirisasi, industrialisasi menjadi US$ 33,8 miliar. Dari Rp 32 triliun menjadi Rp 510 triliun kurang lebih," terang Jokowi.
Jokowi juga mengaku sering mendapat pertanyaan terkait hasil apa yang didapatkan pemerintah dari hilirisasi. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, lapangan pekerjaan di dalam negeri semakin terbuka setelah ada hilirisasi.
"Sebelum hilirisasi kesempatan kerja, pembukaan lapangan kerja ada di negara lain. Setelah hilirisasi lapangan kerja terbuka di dalam negeri. Karena negara dari (setop ekspor bahan mentah) nikel itu sekali lagi dapat PPN, dapat PPh perusahaan, PPh karyawan, dapat royalti. Dapat penerimaan negara bukan pajak, dapat bea ekspor, dapat banyak sekali," bebernya.
Khusus untuk PT Freeport Indonesia, Indonesia juga mendapatkan dividen karma menjadi pemilik saham terbesar. Menurutnya, jika hilirisasi diperluas ke bauksit, tembaga, timah, batu bara, minyak kelapa sawit, rumput laut mentah, semakin besar lapangan pekerjaan yang bisa terbuka.
"Jadi itu yang namanya hilirisasi, itu baru nikel. Kalau nanti setop bauksit, tembaga, timah, batu bara, minyak kelapa sawit CPO, rumput laut mentah, setop ikan mentah, berapa yang bisa kita buka lapangan kerja dalam negeri," pungkasnya.
(das/das)