Tingkat obesitas masyarakat Indonesia semakin mencemaskan. Riskesdas (riset kesehatan dasar) mencatat kasus obesitas meningkat 21,8% pada rentang 2018-2023. Kebiasaan mengonsumsi minuman berpemanis murah dan akses yang mudah jadi salah satu pemicu peningkatan risiko obesitas ini.
Hal ini membuat pemerintah mencanangkan pengenaan cukai pada minuman berpemanis. Rencana ini telah lama jadi diskursus, namun bertahun-tahun berselang pelaksanaannya tak kunjung terealisasi.
Setelah berulang kali membeberkan target pelaksanaan, yang terkini, Kementerian Keuangan mengaku akan menerapkan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024. Hal ini tercermin dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024 yang memuat target pendapatan minuman bergula dalam kemasan pada tahun depan sebesar Rp 3,08 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Kementerian Keuangan belum mau banyak bicara tentang rencana ini. Dirjen Bea Cukai, Askolani mengaku saat ini pihaknya masih melakukan review atas aturan yang akan diberlakukan.
"Kebijakan mengenai cukai MBDK masih di-review oleh pemerintah. Nanti bila pada waktunya sudah siap, akan disampaikan secara resmi. Saat ini belum ada substansi yang dapat di-sharing." katanya.
Seberapa mendesak rencana pengenaan cukai pada MBDK diterapkan? Seberapa siap industri menerima rencana ini? Dan seberapa besar dampak pengenaan cukai ini terhadap keberlanjutan ekonomi kita?
Temukan jawabannya dalam d'Mentor sore ini, Kamis (5/10/23), jam 4-5 sore, bersama Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji dan Ketua GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia), Adhi S Lukman, hanya di detikcom!
(eds/eds)