Pemerintah mengandalkan program hilirisasi menjadi kunci pendorong pertumbuhan dan menciptakan peluang ekonomi Indonesia di tengah meningkatnya fragmentasi geo-ekonomi. Indonesia yang kaya mineral dinilai dapat berkontribusi pada rantai pasok global.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan surplus neraca perdagangan Indonesia terus menurun meski kondisinya masih surplus selama 3,5 tahun. Guna menghasilkan nilai tambah, pemerintah sedang mendorong hilirisasi sumber daya alam dan mineral.
"Ini adalah pendekatan industrialisasi yang kami yakini berakar pada sumber daya alam dan mineral kita karena kita berusaha mencapainya. Pada saat yang sama mencoba melihat kemungkinan bagaimana sumber daya alam dan sumber daya alam dapat dimanfaatkan," kata Suahasil dalam Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Grand Hyatt Bali, Kamis (7/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Suahasil, program hilirisasi ini akan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam 10-20 tahun ke depan.
"Saya pikir inilah jalan yang harus ditempuh untuk negara seperti Indonesia saat ini. Saya yakin ini akan cukup menantang, namun jika kita menantikan satu atau dua dekade ke depan, saya yakin itulah jalan yang harus ditempuh demi kesejahteraan rakyat," ucapnya.
Saran soal program hilirisasi di halaman berikutnya. Langsung klik
Direktur CPI Indonesia Tiza Mafira mengaku banyak mendengar dari investor enggan investasi hijau di Indonesia. Pasalnya proses produksi dan hilirisasi tambang mineral di Indonesia masih tidak bersih.
"Negara dan perusahaan semakin banyak yang bilang 'saya tidak yakin mau beli produk hijau di indonesia atau investasi pada proyek ramah lingkungan di Indonesia karena pertambangan, peleburan dan proses manufaktur secara umum tidak ramah lingkungan'. Mereka ada benarnya," kata Tiza dalam Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Grand Hyatt Bali, Kamis (7/12/2023).
Tiza menyadari kebijakan hilirisasi telah sukses memberikan nilai tambah bagi Indonesia. Meski begitu, kebijakan itu dinilai tidak mendukung ekonomi hijau karena tetap menghasilkan emisi karbon yang berlebih seperti industri ekstraktif minyak dan batu bara.
"Jadi realitanya dengan kita jor-joran hilirisasi, kita akhirnya malah membuat kesalahan ekstraktif yang sama seperti upstreaming dulu dengan minyak dan batu bara," ucapnya.
Untuk itu, pemerintah dinilai tidak bisa terus-menerus melakukan hilirisasi mineral dengan konsep yang sama seperti saat ini. Agar sumber daya mineral Indonesia tidak habis, pemerintah harus membatasi sampai kapan hilirisasi mineral dilakukan.
"Berapa banyak dan berapa lama? Kita harus menentukan tanggal penghentiannya, kita harus menetapkan kuota lisensi berdasarkan strategi tersebut. Kita harus menghindari kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada ekosistem kita yang sudah langka," imbuhnya.
Hal yang sama juga disampaikan Menteri Perdagangan periode 2004-2011 Mari Elka Pangestu. Jika Indonesia ingin meningkatkan nilai tambah dari sumber daya mineral, harus dilakukan secara strategis dan berkelanjutan.
"Pertama tidak menghabiskan sumber yang memang not renewable. Kedua, the production has to green. Ketiga, harus scale," ucap Mari.