Industri rokok masih terus tumbuh positif di dalam negeri. Sayangnya, tumbuhnya industri ini juga ikut membuat rokok-rokok ilegal merajalela di dalam negeri.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) turut menyoroti fenomena rokok ilegal yang tumbuh subur. Menurut mereka, kehadiran rokok ilegal menggerus industri roko legal, hal ini berpengaruh terhadap upaya pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kami miris (melihat) justru yang legal-legal sekarang ini, ritel kan legal, kami menjual barang yang bukan haram. Rokok tidak haram. Tapi tergerus yang ilegal. Karena kita tahu tadi sudah disebutkan yang ilegal itu pasti tidak bayar cukai. Sementara yang bayar cukai yang legal," kata Ketua Umum APRINDO Roy Mandey dalam detikcom Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak di Aruba Room Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roy kemudian menjelaskan bahwa kontribusi industri tembakau terhadap ekonomi Indonesia cukup besar. Di sektor ritel, Roy mengatakan dari total Rp 700 triliun transaksi di industri ritel, rokok menyumbang sekitar 10% ke APBN.
Ia pun mengingatkan bahwa konsumsi masyarakat adalah motor utama pertumbuhan ekonomi bangsa. Oleh sebab itu, Roy menilai bahwa kehadiran rokok ilegal bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena negara mendapatkan pemasukan dari industri rokok yang legal.
"(Ilegal market) tidak hanya rokok, ritel juga membicarakan thrifting, jasa titip (jastip) dan sebagainya. Begitu mau dilarang-larang atau disistematiskan pengaturannya, black market tumbuh subur," katanya.
"Ini sering kejadian di kami. Mereka masuk ke toko-toko ritel kita, minimarket bukan (jualan) rokok legal tapi rokok ilegal. Penikmatnya tidak kurang karena memang kesehatan itu keputusan pribadi. Tapi yang justru ilegal itu yang meningkat," pungkasnya.
(fdl/fdl)