Janji Prabowo Bawa Ekonomi RI Naik 8% Bisa Gagal Jika Industri Tak 'Ngegas'

Janji Prabowo Bawa Ekonomi RI Naik 8% Bisa Gagal Jika Industri Tak 'Ngegas'

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 18 Jun 2024 20:30 WIB
Prabowo Subianto mencoblos di TPS 033 Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, Rabu (14/2). Dia sempat melakukan salam dua jari usai mencoblos.
Prabowo Subianto/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Kementerian Perindustrian dinilai memegang peranan sentral pada masa pemerintahan mendatang dan menentukan apakah pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6% atau lebih. Industri yang tumbuh rendah dan bergerak lambat mendorong gagalnya target ekonomi tumbuh di atas 6 persen.

"Ini terjadi karena absen dan kekosongan kebijakan industri dan Kementerian Perindustrian yang dorman," kata Didik J Rachbini, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Peneliti Indef dalam keterangannya, Selasa (18/6/2024).

Menurutnya, selama ini Kementerian Perindustrian berperan sangat terbatas dengan kebijakan yang lemah dan tidak bernilai signifikan untuk memajukan sektor industri. Secara terus-menerus, kata dia, sektor ini tumbuh di bawah 5% sehingga tidak punya daya dorong dan tidak mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bahkan sektor ini justru mandek dengan pertumbuhan bahkan hanya 3-4% saja, yang menandakan ketiadaan dan absen kebijakan industri. Industri dimatikan karena kebijakan yang surut dan tidak memberikan kesempatan, ruang dan dorongan bagi industri nasional," tambah dia.

Jika kebijakan industri tidak berubah, janji Presiden terpilih Prabowo Subianto memajukan ekonomi sulit tercapai. Tidak menutup kemungkinan pula pertumbuhan ekonomi selalu di bawah 5% imbas pertumbuhan industri yang rendah.

ADVERTISEMENT

"Jika kebijakan industri terus terjadi seperti selama 1-2 dekade terakhir ini, maka lupakan janji Prabowo untuk memajukan ekonomi yang tumbuh tinggi akan bisa tercapai. Yang terjadi mungkin bahkan sebaliknya dimana pertumbuhan ekonomi akan selalu di bawah 5% karena terseret pertumbuhan industri yang sangat rendah," jelas Rektor Universitas Paramadina itu.

Ia membandingkan pertumbuhan ekonomi di Vietnam dan di India. Menurutnya, kedua negara berhasil mendorong sektor industri yang memacu pertumbuhan ekonomi.

Sektor industri di India tumbuh dua digit sehingga menarik ekonomi bertumbuh sampai 7 persen. Sebaliknya dua dekade terakhir ini, Didik menyebut sektor industri Indonesia hanya tumbuh di bawah 5% sehingga mustahil bisa menarik pertumbuhan ekonomi sampai di atas 6 persen.

"Sebagai perbandingan di depan mata adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini di Vietnam dan India. Mengapa India dan Vietnam berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi? Jawabnya hanya satu, yakni karena berhasil mendorong industri sebagai lokomotif pertumbuhannya," tuturnya.

Indonesia dinilai gagal menempatkan sektor industri sebagai lokomotif pertumbuhan sehingga pertumbuhan ekonomi tidak melambung tinggi. Didik mengkritik Kementerian Perindustrian dalam menjalankan kebijakannya.

"Mengapa Indonesia selama dua dekade ini gagal mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi? Jawabnya sama, yakni karena gagal menempatkan sektor industri sebagai lokomotif pertumbuhan dan sekaligus karena Kementerian Perindustrian mandeg dan mandul dalam menjalankan kebijakan industrinya. Faktor kritis dalam pertumbuhan ekonomi di masa pemerintahan Prabowo nanti terletak di kementerian ini," bebernya.

Ekonomi Indonesia mengalami stagnasi pertumbuhan 5% atau di bawahnya karena bertumpu pada konsumsi dan sektor jasa, yang bercampur dengan sektor informal. Dengan sektor jasa yang tidak modern dan hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga, ekonomi kehilangan lokomotifnya sehingga pertumbuhannya rendah atau moderat.

"Janji kampanye Prabowo pertumbuhan ekonomi akan dipacu sampai 8%, suatu target yang hampir mustahil dengan kebijakan pada saat ini dan kementerian yang tidak berbuat banyak untuk mengubah keadaan. Jika ingin berbeda dari pemerintahan sebelumnya, maka kunci sukses terletak pada sukses atau tidaknya membenahi Kementerian Industri dan kebijakan industrinya. Tanpa itu, Indonesia akan menjadi underdog di ASEAN," pungkasnya.

(ily/ara)

Hide Ads