Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman buka suara soal pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hari ini mata uang Paman Sam masih bertengger di kisaran Rp 16.300-an.
Menurut Adi, melemahnya rupiah terhadap dolar AS bakal menambah beban ongkos produksi. Dengan asumsi pelemahan rupiah 6,5% dan dikaitkan dengan empat bahan utama produksi, ada selisih beban mencapai Rp 5 sampai Rp 6 triliun.
"Impor gandum, susu, garam, gula, itu aja kira-kira impornya menurut BPS US$ 9 miliar. Kalau pelemahan sampai sekarang sekitar 6,5% year-to-date. Kalau 6,5% dari Rp 16 ribu kan berarti sekitar Rp 800, itu dikali US$ 9 miliar baru yang empat utama aja sekitar Rp 5-6 triliun. Tentunya ini jadi beban industri," jelas Adi saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (25/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi industri kelas menengah atas, Adi menyebut mereka masih memiliki daya tahan atas kondisi ini. Dengan begitu harga produk makan dan minuman belum tentu langsung naik.
Tapi Adi menyebut industri kecil dan menengah ada kecenderungan untuk menyesuaikan harga. Pasalnya stok produksi industri mereka umumnya hanya berkisar harian hingga mingguan.
"Nah bagi industri menengah-besar memang masih punya daya tahan. Jadi kita tidak serta merta langsung naik ke harga jual. Kita masih ingin bertahan karena daya beli masyarakat dan lain-lain. Tapi bagi IKM, mereka stoknya harian dan mingguan. Mau tidak mau mereka langsung menyesuaikan harga," imbuhnya.
Adi berharap pemerintah bisa melakukan intervensi agar dolar AS tidak melebihi batas Rp 16.500. Jika melewati batas tersebut beban terhadap industri bakal semakin berat.
"Kita masih lihat mudah-mudahan pemerintah masih terus intervensi supaya tidak lebih Rp 16.500. Ini menurut perbankan year-to-date 6,5% depresiasinya. Jangan sampai jebol lagi. Kalau ini lewat lagi, sangat berat sekali," pungkasnya.
Lihat juga Video: Ekonom: Dukung Produk Lokal Bisa Selamatkan Nilai Tukar Rupiah