Kemenperin Inisiasi Pembentukan Kelembagaan Kakao dan Kelapa

Kemenperin Inisiasi Pembentukan Kelembagaan Kakao dan Kelapa

Inkana Putri - detikFinance
Kamis, 11 Jul 2024 16:23 WIB
Kakao di Indonesia, Peran Petani Milenial hingga Ekspor Biji Kakao Fermentasi
Ilustrasi Kakao (Foto: Getty Images)
Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi pembentukan kelembagaan kakao dan kelapa guna menjamin ketersediaan bahan baku industri, keberlangsungan industri dan daya saing, serta peningkatan nilai tambah.

Terkait hal ini, Presiden Joko Widodo telah melaksanakan rapat terbatas mengenai Badan Pengelola Dana Kakao dan Kelapa di Jakarta, Rabu (10/7/2024). Ratas tersebut memutuskan pengelolaan kakao dan kelapa dilimpahkan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan membentuk 2 kedeputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa.

Selanjutnya, penghimpunan dana tetap dilakukan melalui skema pungutan ekspor yang dikelola langsung oleh BPDPKS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"BPDPKS sudah mempunyai dana besar yang bisa dipakai untuk sektor kakao dan kelapa sehingga bisa berjalan segera," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Kamis (11/7/2024).

Lebih lanjut, Agus mengungkapkan Indonesia pernah menduduki peringkat ke-3 negara penghasil biji kakao hingga tahun 2015, namun saat ini berada pada peringkat ke-7. Dari sisi industri, Indonesia sejauh ini menjadi salah satu produsen dan pengekspor ke-4 produk olahan kakao di dunia pada tahun 2023.

ADVERTISEMENT

Agus menambahkan, selama periode 2015-2023, terjadi penurunan produksi kakao Indonesia sebesar 8,3% per tahun dan terjadi peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton. Adapun pertumbuhan industri pengolahan kakao belum dibarengi dengan ketersediaan bahan baku yang menyebabkan 9 dari 20 perusahaan berhenti beroperasi. Industri pengolahan kakao saat ini harus mengimpor 62% bahan baku biji kakao.

Sementara itu hilirisasi kelapa masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku kelapa belum optimal dan saat ini masih ada kelapa bulat yang diekspor. Hal ini mengakibatkan utilisasi industri pengolahan kelapa masih sekitar 55%. Di sisi lain, Indonesia berpotensi memenuhi kebutuhan global sehingga masih terdapat ruang peningkatan hilirisasi kelapa yang sangat besar.

Agus berharap kelembagaan kakao dan kelapa akan memberikan dampak positif pada petani dan industri. Melalui kelembagaan ini, petani dapat merasakan manfaat meliputi peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan peremajaan lahan, peningkatan hasil olahan dan jaminan kepastian penyerapan panen. Sementara manfaat bagi industri berupa peningkatan nilai tambah dan ekspor serta diversifikasi pada produk turunan bernilai tambah tinggi.

(akd/ega)

Hide Ads