BAKN DPR Minta Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Minimal 5%

BAKN DPR Minta Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Minimal 5%

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 10 Sep 2024 15:30 WIB
Ilustrasi Pita Cukai Rokok
Ilustrasi - Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI mendorong pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimal 5% setiap tahun untuk dua tahun ke depan. Kemudian, BAKN meminta agar membatasi kenaikan cukai hasil tembakau jenis sigaret kretek tangan (SKT).

Hal itu menjadi salah satu kesimpulan dalam rapat kerja antara BAKN dengan Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Kesimpulan rapat ini dibacakan oleh Ketua BAKN Wahyu Sanjaya.

"BAKN mendorong pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimum 5% setiap tahun untuk dua tahun ke depan, dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau dan membatasi kenaikan cukai hasil tembakau pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja," katanya di Jakarta, Selasa (10/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kesimpulan lainnya yakni, pemerintah segera mengevaluasi peraturan mengenai pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) agar lebih memperhatikan kondisi sosial, geografis, dan kultur masyarakat serta kebutuhan masing-masing daerah.

Kemudian, pemerintah perlu mengkaji sistem pengendalian pita cukai melalui digitalisasi terhadap produk pita cukai untuk meningkatkan pengawasan peredaran dan pelaporan produksi pita cukai.

ADVERTISEMENT

"Pemerintah segera merumuskan roadmap/peta jalan kebijakan industri hasil tembakau (IHT) dengan penyederhanaan layer dan tahapan kenaikan secara bertahap untuk periode 1-15 tahun serta mempertimbangkan faktor kesehatan, pengawasan, penerimaan negara dan keberlangsungan usaha," katanya.

Beban Berat Pelaku Usaha

Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang digadang-gadang oleh pemerintah setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dinilai akan semakin memberatkan ekosistem industri tembakau, termasuk para pekerja di dalamnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar mengatakan kenaikan CHT yang tinggi selama ini telah menjadi beban berat bagi kelangsungan industri, sehingga jika kembali terjadi kenaikan cukai yang tinggi di tahun depan, maka industri tembakau akan dihantam beban ganda.

"Saat ini, industri tembakau legal nasional memiliki aturan yang padat (fully regulated), mulai dari Undang-Undang sampai Peraturan Daerah, belum lagi kebijakan cukai yang restriktif, ditambah teribtnya PP 28/2024 yang semakin memberatkan kelangsungan usaha industri pertembakauan nasional," seru Sulami dalam keterangannya, ditulis Selasa (10/9/2024).

Sulami melanjutkan dengan banyaknya tekanan regulasi tersebut, maka industri tembakau berpotensi melakukan gulung tikar karena mengalami penurunan jumlah produksi. "Kalau industri tembakau mengalami penurunan produksi, otomatis dampaknya kepada tenaga kerja," jelas dia.

Oleh karena itu, Sulami berharap agar kenaikan cukai didasarkan pada tingkat inflasi yang berada di bawah 10%. "Kalau inflasi, otomatis kenaikan cukainya hanya satu digit. Ini sudah maksimal, mengingat industri tembakau sedang tidak baik-baik saja. Sudah banyak beban yang dihadapi oleh industri tembakau," terangnya.

Di kesempatan terpisah, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi menyatakan setidaknya ada empat dampak negatif yang akan ditimbulkan dari rencana kenaikan cukai di tengah terbitnya PP 28/2024.

Pertama, kenaikan cukai yang tinggi akan membuat harga rokok semakin mahal yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. Kedua, memberikan dampak pada penurunan omzet pedagang yang mengandalkan rokok sebagai pemasukan utama, termasuk dari berbagai larangan penjualan produk tembakau pada PP 28/2024. Jika hal itu terjadi, maka, ketiga, akan ada penurunan jumlah produksi dan mengancam tenaga kerja. Keempat, tingkat peredaran rokok ilegal akan semakin tinggi.

"Industri tembakau ini kan ekosistem. Jadi, kalau satu kena, maka yang lain juga kena. Saat industri terdampak (dari berbagai aturan), maka kita jadi tidak bisa lempar (memproduksi) barang, sehingga yang bisa leluasa beredar adalah rokok ilegal," jelas Benny.

Benny juga mengakui bahwa terbitnya PP 28/2024 dan adanya kenaikan cukai rokok yang tinggi akan membebani pelaku industri. Ia berharap pemerintah untuk mengkaji ulang beleid yang baru saja disahkan tersebut.

Terkait rencana kenaikan cukai rokok, Benny meminta pemerintah untuk turut memperhatikan nasib ekosistem industri tembakau. "Kami sudah sampaikan dampaknya kalau ada kenaikan. Kenaikan cukai dengan kondisi sekarang paling tinggi ya sebesar pertumbuhan ekonomi. Idealnya di bawah 10%, sekitar pertumbuhan ekonomi," ujar dia.

(acd/kil)

Hide Ads