3 Masalah Besar Mengganjal RI Meski Uni Eropa Tunda Aturan Jegal Sawit

3 Masalah Besar Mengganjal RI Meski Uni Eropa Tunda Aturan Jegal Sawit

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 04 Okt 2024 08:00 WIB
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit tingkat petani sejak dua pekan terakhir mengalami penurunan dari Rp2.850 per kilogram menjadi Rp1.800 sampai Rp1.550 per kilogram, penurunan tersebut pascakebijakan pemeritah terkait larangan ekspor minyak mentah atau crude palm oil (CPO). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.
Ilustrasi.Foto: ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS
Jakarta -

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada tiga masalah besar mengganjal Indonesia terkait Undang-undang (UU) Anti-Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Sebagai informasi, penerapan aturan tersebut akan ditunda Uni Eropa selama satu tahun, dari seharusnya berlaku 30 Desember 2024.

Menurut Airlangga penundaan dilakukan karena desakan dari Indonesia hingga Sekretaris Jenderal World Trade Organization (WTO).

"EU mengumumkan akan memperpanjang satu tahun. Itu atas desakan selain Indonesia juga be partisan dari Amerika di kongres, kemudian kanselir Jerman, Sekjen WTO," terang Airlangga di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, bagi Indonesia yang terpenting adalah kejelasan dari peraturan pelaksanaannya. Karena kalau ditunda saja, tidak mempengaruhi isi dari aturan tersebut jika nanti akan berlaku.

Airlangga berharap saat masa penundaan bisa dimanfaatkan untuk berbicara bagaimana implementasi aturan tersebut. Tiga masalah besar yang dihadapi Indonesia pun terkait dengan aturan pelaksanaan tersebut.

ADVERTISEMENT

Masalah pertama, Uni Eropa ingin detail informasi lokasi hutan, kebun, dan deforestasi di Indonesia.

"Kita keberatan terkait dengan geolocation yang mereka inginkan, bahasa anak muda shreloc semua hasil. Padahal Indonesia yang wilayah deforestasi kebun sudah jelas diatur dan kita punya desk board nasional. Kita hanya meminta mereka suruh ngecek kita punya desk board nasional. Tetapi mereka ingin sampai detail geolocation, itu kan kita biacra security," jelas dia.

Kedua, Indonesia keberatan karena meski penerapan UU ditunda, namun tidak ada perubahan atas aturan pelaksanaan tersebut.

"Mereka sudah mengatakan tidak akan menerapkan. Tetapi undang-undang tidak diubah, mereka sama aja standstill. Kita tidak ingin negara itu mereka yang tentukan," kata Airlangga.

Ketiga, Uni Eropa tidak mau menggunakan standarisasi dari setiap negara terkait dengan komoditas kehutanan atau hasil kebun. Ini juga dimiliki oleh setiap negara seperti Malaysia.

"Sekarang kita punya sustanability standar yang namanya ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) Malaysia punya MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil), Eropa punya RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). EUDR tidak mau menggunakan any standard. Jadi kepentingannya bukan lagi kepentingan Eropa terhadap standar internasional memgenai sustanibility, ucapnya.

Tiga isu itu yang akan diperjuangkan oleh Indonesia melalui Gugus Tugas Ad Hoc. Airlangga mengatakan rapat bersama dengan gugus tugas rutin dilakukan untuk membahas implementasi kebijakan tersebut.

"Tigal hal itu yang kita perjuangkan Indonesia, Malaysia dalam join task force," pungkas Airlangga.

(ada/hns)

Hide Ads