Aturan Pengetatan Tembakau Bisa Ancam Industri, Buruh Ikut Waswas

Aturan Pengetatan Tembakau Bisa Ancam Industri, Buruh Ikut Waswas

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 15 Okt 2024 18:05 WIB
Seorang warga memilah tembakau jenis Kasturi hasil panen di Lumajang, Jawa Timur, Kamis (10/10/2024). Harga tembakau kering tingkat petani di wilayah tersebut mengalami kenaikan menjadi Rp65 ribu per kg pada panen raya 2024 dibandingkan tahun sebelumnya Rp60 ribu per kg karena peningkatan kualitas tembakau di musim kemarau tahun ini. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya/nym.
Foto: ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya

Dijelaskan Tauhid, kebijakan PP 28/2024 serta RPMK perlu melibatkan setiap pemangku kepentingan dalam ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT), bukan hanya pelaku usaha, namun juga kementerian dan lembaga yang terlibat.

Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki ekosistem IHT yang kompleks dan berbeda dari negara lain yang telah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana negara-negara tersebut bukan merupakan negara penghasil tembakau maupun produk hasil tembakau serta memiliki kontribusi pajak rokok yang relatif rendah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tauhid mengungkapkan bahwa pihaknya (INDEF) memberikan rekomendasi agar pemerintah melakukan revisi PP 28/2024 dan membatalkan RPMK terutama pada pasal-pasal yang berpotensi berdampak negatif terhadap penerimaan dan perekonomian negara.

Selain itu, INDEF juga mendorong terjadinya dialog antar Kementerian dan Lembaga (K/L) yang berkepentingan dengan IHT, seperti Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pertanian.

ADVERTISEMENT

"Jika kebijakan dan regulasi tersebut tetap diberlakukan, pemerintah diharapkan dapat mencari sumber alternatif penerimaan negara yang hilang serta menyiapkan lapangan pekerjaan baru bagi tenaga kerja yang terdampak," katanya.


(fdl/fdl)

Hide Ads