Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan realisasi impor gas dari Amerika Serikat (AS) untuk mendukung kebutuhan industri dalam negeri. Langkah ini juga diharapkan dapat berdampak pada penurunan tarif impor AS hingga di bawah 19%.
Adapun usulan impor ini selaras dengan keluhan para pelaku industri yang kerap kekurangan pasokan program gas murah atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Kondisi ini membuat para pelaku industri pengolahan harus membeli gas dengan harga pasar cukup tinggi, mencapai US$ 16,77 per MMBTU, sehingga menambah beban operasional.
Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Sri Bimo Pratomo, mengatakan Amerika merupakan salah satu penghasil gas bumi terbesar di dunia. Saat ini harga gas di AS pada bulan Oktober ini rata-rata mencapai US$ 3,43 per MMBTU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka tersebut jauh di bawah harga pasaran gas RI, bahkan di bawah harga gas program HGBT yang mencapai US$ 7 per MMBTU. Sedangkan harga rata-rata mingguan untuk LNG kargo di Asia Timur sebesar US$ 11,35 per MMBTU, lalu di titik Title Transfer Facility (TTF) Belanda untuk Eropa sebesar US$ 11,14 per MMBTU.
"Ini kita hubungkan dengan tarif resiprokal Trump. Kalau kita bisa, usulan Kemenperin, kalau bisa kita impor dari Amerika tentu nanti akan dapat timbal baliknya. Mungkin dari 19% ini bisa diturunkan lagi tarif resiprokal kita dari Amerika," kata Bimo, dalam acara FGD di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, usulan ini juga selaras dengan arahan dari Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian untuk meningkatkan impor produk-produk asal AS sebagai salah satu upaya untuk menurunkan tarif. Dengan langkah ini, Bimo menilai produk-produk asal RI bisa bersaing di AS dan industri dalam negeri juga turut diperkuat.
Di samping itu, Bimo juga mengakui adanya penurunan volume HGBT dan jumlah industri yang mendapatkan alokasi gas murah itu sejak tahun 2021. Dalam Keputusan Menteri ESDM 76K/2025, volume HGBT hanya sebesar 57% dari volume HGBT Kepmen 91K/2021.
Lalu berdasarkan bahan paparan yang disajikan Bimo, tercatat pada tahun 2021 alokasi HGBT mencapai 1.253,36 Billion British Thermal Units per Day (BBTUD) dengan realisasi 87,06%.
Angkanya mengalami penurunan pada 2023 dengan alokasi 1.221,12 BBTUD dan realisasi 86,64%. Lalu pada tahun 2024, alokasinya anjlok menjadi hanya 890,24 BBTUD dan realisasinya di angka 82,43%.
"Ini mungkin satu fakta juga, dari sisi suplainya sangat kurang sekali. Kemudian rendahnya serapan gas oleh industri pengguna ini umumnya kalau kami dapat laporan dari teman-teman industri ataupun asosiasi adanya fluktuasi harga di atas HGBT dan gangguan penyaluran oleh badan usaha niaga migas," ujarnya.
Bimo mengatakan, kondisi ini membuat industri tidak dapat beroperasi dengan maksimal dan tidak mencapai target produksi. Contohnya industri keramik, kini utilisasinya menurun jadi di bawah angka 60%.
Simak juga Video 'Trump Kembali 'Ngegas' Lewat Tarif 100% Film Impor':
(shc/kil)