Pengusaha Buka-bukaan Dampak Penerapan DMO Sawit

Pengusaha Buka-bukaan Dampak Penerapan DMO Sawit

Andi Hidayat - detikFinance
Selasa, 28 Okt 2025 17:14 WIB
Pekerja menunjukkan buah kelapa sawit usai dipanen di kawasan PT Perkebunan Nusantara IV, Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan ketersediaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) masih sangat mencukupi untuk bahan baku biodiesel 50 persen (B50) dengan tingkat produksi CPO di Indonesia pada tahun 2024 sekitar 46 juta ton, sedangkan yang dibutuhkan untuk pembuatan B50 hanya 5,3 juta ton. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/tom.
Foto: Antara Foto/Fransisco Carolio
Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka wacana terkait kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk kelapa sawit menyusul mandatori bauran biodiesel pada bahan bakar minyak (BBM) solar sebesar 50% atau B50. Namun, kebijakan ini dianggap akan menekan harga crude palm oil (CPO) dan tandan buah segar (TBS) petani.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, mengaku belum mendapat informasi dari pemerintah tentang rencana DMO ini. Adapun kebijakan DMO ini untuk menurunkan ekspor CPO untuk kebutuhan B50.

"Kita tidak pernah mendapatkan informasi resmi dari ESDM seperti apa wacana yang akan dilakukan DMO tersebut. Apakah masih dikaitkan dengan ekspor, nah kalau dikaitkan dengan ekspor apakah nanti akan dinaikkan kewajiban untuk DMO dalam negeri, artinya bahwa kalau itu dinaikkan DMO sudah pasti ini akan ada hubungannya semua dengan masalah," jelas Eddy dalam konferensi persnya di Kantor GAPKI, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan, jika kebutuhan DMO ditingkatkan maka yang menjadi korban adalah pengusaha karena otomatis harga minyak sawit dalam negeri akan tertekan. Tidak hanya itu, TBS di petani juga akan menurun karena kebutuhan DMO dalam negeri.

ADVERTISEMENT

"Kalau begitu nanti harga CPO tertekan, dengan kondisi seperti ini, ya pasti nanti akan itu menurunkan harga TBS petani," imbuhnya.

Sebagai informasi, saat ini harga CPO dunia untuk kontrak bulan Oktober sebesar 4.312 ringgit atau sekitar Rp 17,04 juta per ton berdasarkan data barchart pada Selasa 28 Oktober 2025.

Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyebut kebijakan DMO sawit ini dilakukan sebagai opsi pengurangan ekspor untuk memenuhi kebutuhan B50. DMO ini diambil untuk pengaturan antara kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Namun, ia menegaskan bahwa penerapan DMO masih dalam opsi.

"Nah kalau alternatif ketiga yang dipakai, memangkas sebagian ekspor, maka salah satu opsinya, saya ulangi, salah satu opsinya adalah mengatur antara kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Itu di dalamnya adalah salah satu instrumennya DMO, masih opsi," katanya di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (14/10).

Tonton juga video "Tampang Ketua Ormas di Riau Peras Perusahaan Sawit Rp 5 M" di sini:

(acd/acd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads