Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengatakan keselamatan itu baik untuk pekerja yang terlibat dalam proyek tersebut dan juga untuk masyarakat yang akan menggunakan infrastruktur itu nantinya.
"Keputusan tersebut harus diapresiasi karena walau bagaimanapun keselamatan adalah yang utama," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (21/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu dilihat apakah karena struktur dari bangunan itu sendiri, kesalahan saat proses konstruksi, atau karena tata kelola yang tidak tepat," ucapnya.
Selain itu, Arif menilai keputusan pemerintah itu bisa berimplikasi terhadap pembayaran pekerjaan sehingga kontraktor harus membayar bunga pembiayaan yang lebih besar kepada investor. Kemudian akan terjadi loss of productivity akibat terhentinya proyek tersebut karena manfaat dari infrastruktur tidak bias dirasakan segera oleh masyarakat untuk menciptakan efisiensi ekonomi.
"Semua dampak dari pemberhentian ini akan berpengaruh pada perekonomian nasional," papar Arif.
Selain itu, kebijakan pemerintah itu akan berpengaruh terhadap kredibilitas. Proyek-proyek elevated yang kemungkinan dihentikan antara lain mass rapid transport (MRT), light rail transit (LRT), dan Jalan Tol Cikampek Elevated merupakan proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional.
Proyek-proyek tersebut tertuang dalam Perpres No. 58/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Total ada 247 proyek yang terdiri dari jalan, pelabuhan, bandar udara, bendungan, irigasi, kereta api, energi, pengolahan air, proyek smelter, perumahan, pos lintas batas negara, kelautan, tanggul laut, kelistirkan, dan industri pesawat.
"Kebijakan ini berkaitan erat dengan kredibilitas pemerintah dan juga perusahaan konstruksi yang mengerjakan proyek-proyek tersebut," jelasnya.
Selain menurunkan kredibilitas pemerintah dan perusahaan konstruksi, langkah moratorium pekerjaan konstruksi melayang juga memberikan sinyal negatif karena kajian proyek dan rekomendasi yang dibuat oleh kementerian terkait kepada presiden belum matang.
"Pemberhentian sementara ini dilakukan untuk melakukan evaluasi. Jika seandainya nanti ditemukan hasil tidak dilanjutkan ini sangat disayangkan," jelasnya.
Lebih lanjut, jika proyek-proyek tersebut tidak dilanjutkan, maka diperlukan perubahan terhadap Perpres No. 58/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional karena dibatalkannya proyek-proyek tersebut.
Kemudian, KEIN juga mengkhawatirkan sektor tenaga kerja akan terkena imbas dari kebijakan pemerintah ini. Moratorium pekerjaan konstruksi melayang akan memberikan implikasi pada penyerapan tenaga kerja.
Selain itu, menurutnya, pemerintah tidak perlu lagi melakukan hal serupa dan belajar dari kejadian pembatalan proyek monorel di Jakarta, meskipun dengan alasan yang berbeda.
"Pemerintah sudah pernah mengalami ini dan seharusnya tidak terulang lagi," kata Arif.
Dengan demikian, KEIN berharap pembangunan proyek infrastruktur, baik yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional ataupun tidak harus memperhitungkan dampak yang dapat diberikan, bukan seberapa banyak proyek harus dibangun.
Kehadiran infrastruktur harus memberikan manfaat bagi seluruh wilayah, sehingga memberikan manfaatkan untuk segenap warga. Dengan harapan, kehadiran infrastruktur berimbas pada upaya mengatasi ketimpangan pendapatan masyarakat, sehingga berdampak pada pengentasan kemiskinan.
"Pembangunan infrastruktur harus dijadikan sarana untuk mendorong pemerataan ekonomi antar wilayah hingga memperkecil ketimpangan pendapatan. Target menciptakan keadilan sosial inilah yang sejatinya menjadi indikator keberhasilan pembangunan infrastruktur yang inklusif," tegas Arif. (eds/ang)