-
Pantai Utara (Pantura) salah satu jalur paling vital di Pulau Jawa. Sebab, jalan ini menghubungkan Jakarta dengan kota-kota besar lain di Jawa.
Namun, jalan ini kerap rusak. Hal tersebut terlihat dari lubang-lubang serta permukaan yang tidak rata yang kerap ditemui di Pantura. Perbaikan pun berulang kali dilakukan sehingga, predikat 'proyek abadi' melekat erat pada Pantura.
Pemerintah pun memutar otak untuk menghilangkan predikat proyek abadi itu. Dari mengurangi beban jalan hingga menyiapkan jalur alternatif.
Lantas, apa sebab Pantura sering rusak? Bagaimana penanganannya? Berikut berita lengkap seperti dirangkum detikFinance, Selasa (13/3/2018).
Pantura sering mengalami kerusakan disebabkan oleh truk-truk yang melintas. Parahnya, truk yang melintas tersebut memiliki kelebihan muatan.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi Moerwanto dalam sebuah wawancara khusus detikFinance ketika meninjau Tol Semarang-Batang.
"Jadi begini, problemnya satu, kita masih punya problem dengan kelebihan beban. Kalau tadi malam jalan itu kan, sebagian besar kan truk-truk dan semuanya oversize, overload," jelas dia.
Dalam pantauannya, Arie menyebut, sebanyak 70% truk yang melintas mengalami kelebihan muatan. Tak sekadar itu, jalan juga rawan ambles karena struktur tanah Pantura relatif lunak.
"Dan kondisi ini lebih diperburuk lagi, karena di Pantura semuanya tanahnya endapan, tanah lunaknya dalam sekali, sehingga pondasinya nggak bisa firm kuat, dia turun terus, muka air tinggi," kata Arie.
Arie menyebut, hampir semua jalur di Pantura rawan rusak. Namun, dia mengatakan, yang paling cepat rusak ialah setelah kawasan industri Cikampek dari arah Jakarta. Sebab, kata Arie, sedikit truk-truk yang memanfaatkan tol.
"Hampir semuanya (gampang rusak), dari Jakarta sampai Semarang. Hanya dari sampai Bekasi semuanya kan sebagian besar naik ke tol, masuk tol. Yang parah itu yang setelah industrial area dan setelah Cikampek itu sedikit masuk Cipali semuanya lewat Pantura semuanya. Polanya seperti itu," jelas dia.
Kementerian PUPR berupaya mendorong truk-truk supaya masuk jalan tol. Namun, hal itu mengalami kendala.
Menurut Arie, sopir truk tetap memilih Pantura karena bagi sopir truk yang dibutuhkan ialah jalan yang datar.
"Problemnya gini, dulu perkiraan kita kan 60% truk itu akan masuk tol setelah Cipali jadi, ternyata nggak, tetap. Kita pelajari tadi kenapa, karena truk ini nggak perlu cepat dan jalannya kan datar," kata dia.
Kemudian, pola operasi truk relatif pendek. Misalnya, truk mengangkut barang dari Jakarta kemudian menurunkan muatan di Cirebon. Kemudian, di Cirebon mereka mengambil muatan lagi dan menurunkannya di Tegal. "Sehingga dia tetap di jalanan nasional," sambungnya.
Selain itu, para sopir juga mudah beristirahat di jalan nasional daripada di tol. Di tol, mereka mesti sampai ke tempat istirahat (rest area) untuk istirahat.
"Berbeda kondisinya katakanlah Purbaleunyi, hampir semua masuk tol karena jalan nasional tanjakannya tinggi-tinggi dan tikungannya tajam-tajam, dia nggak bisa overload di situ sehingga lewat Purbaleunyi kan enak, tanjakannya lebih landai, lurus-lurus," jelasnya.
Tak hanya menyiapkan alternatif jalan, Kementerian PUPR bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali mengoptimalkan jembatan timbang. Jembatan timbang digunakan untuk memonitor truk yang kelebihan muatan.
"Makanya kita kerjasama dengan Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat kita mengaktifkan lagi jembatan timbang. Di mana jembatan timbang dulu dibilangnya itu adalah sumber pungli, kita sekarang Dirjen Perhubungan Darat meng-hire profesional dari Sucofindo dan Surveyor Indonesia," jelas Arie.
Arie mengatakan, perbaikan Pantura akan dilakukan secara bertahap usai Lebaran. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi macet parah.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan mendorong pembangunan tol sehingga truk-truk yang ditengarai penyebab kerusakan Pantura punya alternatif jalan.
"Sebetulnya teman-teman bilang sudah nggak bisa flexible pavement seperti harus pakai beton semuanya. Beton yang bagus dan sistem drainase bagus. Hanya saya nggak bisa sekarang karena beton itu kan ada curing time cukup lama, macet-macet ke mana-mana," katanya.
"2018 secara bertahap, skenario begitu, supaya nggak bikin macet. Kita arahkan bisa masuk tol. Kalau sekarang macet habis-habisan," ungkapnya.
Saat ini, Arie mengatakan, perbaikan jalan masih berupa pekerjaan ringan seperti penambalan jalan. Arie menuturkan, usai Lebaran ada beberapa jalan akan mengalami perbaikan total.
"Sebagian seperti itu (tambal), tapi yang ada pararelnya di Pamanukan, di Karawang Barat kita akan perbaiki total tahun ini. Tapi setelah Lebaran, kalau ini sekarang macet total. Tapi kan nggak semuanya," jelasnya.
Arie tak menyebut biaya perawatan jalan Pantura. Namun, dia bilang, biaya perawatan jalan secara nasional cukup besar tiap tahunnya. Dia mengatakan, 57% anggaran Direktorat Jenderal Bina Marga untuk perawatan jalan secara nasional.
"(Pantura) Saya nggak hafal. Tapi seluruh Indonesia alokasi dana untuk preservasi 57% dari dana yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Bina Marga," kata dia.
Arie mengatakan, total anggaran Direktorat Jenderal Bina Marga di tahun 2018 sekitar Rp 42 triliun. "Lebih kurang Rp 42 triliun. Tapi memang harus kita pelihara tapi sayang juga sebentar rusak, artinya kalau pelihara 10 tahun bisa OK, minimum 5 tahun. Tapi sekarang kan sudah 2 tahun rusak lagi, karena itu tadi, sayang kan," tutup Arie.