Cara Pemerintah Ajak Swasta di Proyek Infrastruktur

Cara Pemerintah Ajak Swasta di Proyek Infrastruktur

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 03 Mei 2018 15:24 WIB
Cara Pemerintah Ajak Swasta di Proyek Infrastruktur
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Pemerintahan Jokowi-JK gencar membangun infrastruktur di seluruh Indonesia. Dana pemerintah pun tak cukup untuk memenuhi biaya proyek. Alhasil pemerintah membuka diri untuk mengajak pihak swasta ikut mendanai.

Sudah ada beberapa strategi dari pemerintah dengan mengeluarkan produk investasi yang ditawarkan kepada swasta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut membantu dengan menyediakan peraturannya.

Salah satu instrumen investasi untuk proyek infrastruktur yang paling baru adalah Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Dinfra). OJK pun telah mengeluarkan aturan terkait yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 52/POJK.04/ 2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Produk Dinfra ini adalah instrumen yang peraturannya sudah kita keluarkan sejak 2017. Itu untuk mendorong pembangunan infrastruktur di Indonesia. Ini untuk melengkapi instrumen yang sudah ada yang bentuknya KIK (Kontrak Investasi Kolektif), ada EBA ada DIRE ada RDPT juga," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal/ Dewan Komisioner OJK, Hoesen di Sheraton Grand Gandaria City Hotel, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Untuk memperkenalkan produk baru tersebut, OJK pun hari ini menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan sosialisasi terhadap para investor.

"Ini sosialisasi belum ada yang daftar secara resmi. Tapi sudah ada yang ngobrol," kata Hoesen.

Dia menjelaskan produk Dimfra ini merupakan produk investasi bersifat jangka panjang lantaran karakteristik pembangunan infrastruktur. Lalu dikhususkan hanya investor yang memiliki modal besar saja.


Kemudian pembiayaannya bersifat campuran yang terdiri dari ekuitas dan hutang. Terakhir cashflow pendanaan infrastruktur berbentuk J curve di mana pada tahap awal pembangunan yang ada hanya pengeluaran, setelah beberapa tahun cashflow baru berubah positif.

"Dimfra itu kan bisa campuran untuk saham-saham atau perusahaan yang sudah IPO maupun belum. Kalau KIK RDPT itu kalau sifatnya saham atau ekuitas ya isinya cuma saham. Kalau efek bersifat utang ya obligasi saja, tapi ini bersifat gabungan," imbuhnya.

Selain itu kelebihan lainnya dari Dimfra adalah pihak pencari dana bisa melakukan penghimpunan dana dengan menerbitkan produk Dimfra terlebih dahulu. Baru setelahnya menentukan proyek infrastruktur mana yang akan didanai.

"Dinfra ini kelebihannya mereka bisa fund rising dulu, baru tentuin proyeknya. Kalau RDPT kan sudah ditentukan proyeknya baru ditawarkan. Itu salah satu kelebihannya," terang Hoesen.

(ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads