Sudah ada beberapa strategi dari pemerintah dengan mengeluarkan produk investasi yang ditawarkan kepada swasta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut membantu dengan menyediakan peraturannya.
Salah satu instrumen investasi untuk proyek infrastruktur yang paling baru adalah Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Dinfra). OJK pun telah mengeluarkan aturan terkait yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 52/POJK.04/ 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk memperkenalkan produk baru tersebut, OJK pun hari ini menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan sosialisasi terhadap para investor.
"Ini sosialisasi belum ada yang daftar secara resmi. Tapi sudah ada yang ngobrol," kata Hoesen.
Dia menjelaskan produk Dimfra ini merupakan produk investasi bersifat jangka panjang lantaran karakteristik pembangunan infrastruktur. Lalu dikhususkan hanya investor yang memiliki modal besar saja.
Kemudian pembiayaannya bersifat campuran yang terdiri dari ekuitas dan hutang. Terakhir cashflow pendanaan infrastruktur berbentuk J curve di mana pada tahap awal pembangunan yang ada hanya pengeluaran, setelah beberapa tahun cashflow baru berubah positif.
"Dimfra itu kan bisa campuran untuk saham-saham atau perusahaan yang sudah IPO maupun belum. Kalau KIK RDPT itu kalau sifatnya saham atau ekuitas ya isinya cuma saham. Kalau efek bersifat utang ya obligasi saja, tapi ini bersifat gabungan," imbuhnya.
Selain itu kelebihan lainnya dari Dimfra adalah pihak pencari dana bisa melakukan penghimpunan dana dengan menerbitkan produk Dimfra terlebih dahulu. Baru setelahnya menentukan proyek infrastruktur mana yang akan didanai.
"Dinfra ini kelebihannya mereka bisa fund rising dulu, baru tentuin proyeknya. Kalau RDPT kan sudah ditentukan proyeknya baru ditawarkan. Itu salah satu kelebihannya," terang Hoesen.











































