Metode PDCA (plan, do, check, action) menjadi cara yang selalu dilakukan berulang-ulang untuk memastikan aspek keselamatan. Operator bahkan memuat catatan-catatan kekurangan di stasiun dan kereta dalam sebuah papan buletin yang akan dibahas dalam pertemuan promosi keselamatan.
"Kami sebagai operator transportasi selalu memposisikan diri sebagai pihak yang dititipkan nyawa penumpang. Setiap divisi punya organisasinya masing-masing dan bertanggung jawab terhadap manajemen keselamatannya," kata Kepala Unit Seksi Promosi Keselamatan Biro Transportasi Fukuoka, Akira Ono saat ditemui di Fukuoka, Jepang.
Operator juga melakukan patroli lapangan sesuai divisinya masing-masing untuk memastikan kesadaran akan prioritas keselamatan yang telah ditetapkan dalam UU. Di antaranya dengan melakukan dengar pendapat dengan pekerja di lapangan, agar kesadaran pekerja akan pentingnya keselamatan bisa terus meningkat.
Sistem manajemen keselamatan yang dilakukan oleh Biro Transportasi Fukuoka City Subway ini telah memberikan hasil yang cemerlang. Sejak mulai beroperasi pada 1981, tidak pernah terjadi kecelakaan fatal seperti tabrakan atau rel anjlok.
Selain berinvestasi pada alat terkait keselamatan, operator juga berinvestasi pada pendidikan dan manajemen kru. Kemudian, dilakukan pula program pelatihan tanggap darurat, pengontrolan fasilitas dan armada kereta secara berkala, persiapan menghadapi bencana, hingga penanggulangan teror di dalam kereta.
"Pengontrolan dilakukan di tunnel, di lintasan, hingga power supply atau pasokan energi listrik dan sinyal," kata Ono.
Dari sisi kenyamanan, perusahaan kereta di Jepang juga melakukan berbagai inovasi layanan. Selain menyediakan kursi prioritas dan melarang rokok di stasiun atau kereta, ada sejumlah usaha lainnya agar penumpang bisa tetap nyaman menggunakan transportasi umum.
Misalnya, diadakannya gerbong khusus bagi wanita di kereta api swasta utama sejak 2001. Meski berbeda-beda pada tiap operator, namun pada umumnya, penerapan gerbong khusus bagi wanita dilakukan tidak penuh selama waktu operasional, alias hanya pada jam-jam sibuk di pagi atau malam hari. Tujuannya untuk mencegah wanita dari pelecehan.
"Sebenarnya ada perdebatan cukup panas hingga kebijakan ini dikeluarkan. Latar belakangnya karena kereta di Jepang sangat padat, dan banyak keluhan tentang pelecehan seksual di dalam kereta terhadap wanita," kata General Affair Asosiasi Operator Railway Swasta Jepang Ochi Mashimaro.
Selain itu, di tengah semakin banyaknya masyarakat yang lanjut usia, dan tingginya permintaan penyandang cacat untuk ikut serta menggunakan kereta, semua perusahaan kereta swasta di Jepang memberlakukan bebas hambatan terhadap stasiun-stasiun yang rata-rata digunakan oleh lebih dari 3.000 orang/hari. Setiap perusahaan wajib membangun eskalator dan lift di stasiun secara terencana.
Angka kelahiran yang turun di Jepang juga memicu lahirnya area bebas hambatan untuk mereka yang sedang membawa anak dengan kereta bayi. Hal ini sebagai langkah menciptakan lingkungan yang memudahkan bagi pengasuhan anak.
Setiap perusahaan atau asosiasi kereta swasta di Jepang melakukan berbagai program seperti pemasangan poster, pembagian selebaran mengenai penggunaan kereta bayi di stasiun dan di dalam kereta. Mereka yang ingin mendapatkan kemudahan tersebut bisa masuk ke gerbong kereta khusus yang sudah dipasang tanda kereta bayi di gerbongnya.
Di stasiun juga dipasang sejumlah fasilitas yang menambah kenyamanan dan keamanan pengguna, seperti mesin tiket dan penomoran stasiun yang dilengkapi bahasa asing selain Jepang (Inggris, China, dan Korea). Lalu, pemasangan pintu tepi peron hingga CCTV atau kamera pengawas yang tersebar di peron stasiun, koridor, hingga di dalam kereta.