Namun siapa sangka para pengemudi truk ini lebih lihai dalam 'mengakali' persoalan itu. Mereka lebih suka Jalur Pantura yang tidak berbayar.
Hanya sesekali mereka menggunakan jalur tol dan menjadi jalur favorit para pengemudi truk karena dianggap lebih murah ketimbang harus bayar jembatan timbang di Jalur Pantura. Bagaimana ceritanya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka menghindari Jembatan Timbang yang berada di Subah (Batang) dan lebih memilih masuk ke jalur Tol Trans Jawa melalui pintu masuk Weleri,Kabupaten Kendal.
"Untuk hindari Jembatan Timbang (Batang), Saya lewat tol masuk melalui interchange Kendal dan keluar ke interchange Kota Pekalongan hanya membayar Rp 60 ribu," katanya.
Cara ini dianggap paling irit saat pengiriman barang ke Jakarta. Menurutnya dengan melalui jalur tol dari Weleri sampai kota Pekalongan, sekitar 56 km, dirinya akan menghemat Rp 40 ribu ketimbang harus melalui Jembatan Timbang Subah (Batang).
"Kalau kita lewat Pantura akan terkena tilang di Jembatan Timbang Subah dan harus membayar Rp 100 ribu," katanya.
Pengemudi ini mengakui dengan muatan yang berlebihan akan terkena tindakan tegas dari petugas atas pelanggarannya terkait overload tersebut.
"Kalau kena tilang ya saya sendiri yang tanggung biayaanya," jelasnya.
Selain menghindari jembatan timbang, dengan melintas jalur tol beberapa puluh kilometer tersebut, juga untuk menghindari tanjakan yang tajam di Gringsing.
Afandi (45) pengemudi asal Surabaya mengaku dirinya memilih Jalan Tol Trans Jawa dari weleri sampai Kota Pekalongan untuk lebih menghindari jembatan timbang dan tanjakan terjal di jalur Pantura Plelen Gringsing ataupun jalur beton (Jalur Selatan) di Gringsing.
"Alasanya seperti itu. Kita akan lebih efesien," katanya.
Afandi mengakui Jebatan Timbang tidak saja berada di Pantura Batang. Namun di Sarang, Kabupaten Rembangpun ada Jembatan Timbang.
"Hari ini saya kena tilang di jembatan timbang Sarang Rembang, dan tidak mungkin terkena tilang lagi karena tinggal menunjukan surat tilangnya kepada petugas," katanya.
Diakuinya bila jarak ringkas waktu dan punya uang yang lebih, dirinya akan memilih jalur tol.
Banyaknya truk niaga yang menghindari jembatan timbang diakui oleh Kepala Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Subah, yakni Arif Munandar.
Menurutnya, sejak adanya jalur favorit (Tol Weleri-Tol Kota Pekalongan) jumlah kendaraan yang masuk jembatan timbang setempat mengalami penurunan mencapai 90 persen.
Saat ini jembatan timbang sepi
"Kebanyakan kendaraan niaga tersebut (muatan overload) akan menghindari jembatan timbang, dengan masuk tol melalui interchange Kendal dan keluar ke intercange Pekalongan," katanya.
Sebelumnya sedikitnya ada sekitar 2000 kendaraan setiap harinya yang masuk jembatan timbang.
"Namun sejak akhir 2018 hanya berkisar 500 kendaraan. Malah saat ini menurun," jelasnya.
Pihaknya berharap akan ada jembatan timbang portabel yang ditempatkan di jalan tol.
"Kalau yang lewat sini (truk niaga) kebanyakan sudah ditilang di Jembatan Timbang Sarang Rembang, kami tidak bisa menilangnya," imbuhnya.
Muatan berlebihan yang lebih banyak melintas di jalur Pantura ini membuat jalur Pantura rusak. Yanuar, Humas Jalan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Preservasi Jalan Bina Marga Wilayah 1 Jawa Tengah, pada detikcom mellaui sambungan telponya mengatakan hal yang senada. Selain intensitas hujan yang tinggi, muatan berlebihan juga menjadi faktor utama jalan Pantura Rusak.
"Jalan rusak salah satu faktornya muatan overload selain faktor hujan," katanya.
Kerusakan cukup memprihatinkan dan saat ini tengah dilakukan penambalan, diakuinya di Lingkar Pemalang, Petarukan, Kota Pekalongan dan Batang.
Sementara itu, Kasatlantas Polres Batang, AKP Fredy Kastalani pada detikcom saat dihubungi melalui pesawat telponya mengatakan, pihaknya sendiri tidak bisa berbuat banyak terkait muatan berlebihan tanpa kerjasa sama dengan dinas perhubungan.
"Intinya kita tidak bisa menindak tonase tanpa ada kerjasama dengan pihak dinas perhub yang memiliki alat timbangan, baik yang konvensional maupun portablenya," jelasnya.. (dna/dna)