Lahan Proyek Tol Probolinggo-Banyuwangi 1.000 Ha, Sebagian Sawah

Lahan Proyek Tol Probolinggo-Banyuwangi 1.000 Ha, Sebagian Sawah

Ghazali Dasuqi - detikFinance
Rabu, 04 Sep 2019 18:00 WIB
1.

Lahan Proyek Tol Probolinggo-Banyuwangi 1.000 Ha, Sebagian Sawah

Lahan Proyek Tol Probolinggo-Banyuwangi 1.000 Ha, Sebagian Sawah
Sosialisasi proyek tol Probolinggo-Banyuwangi/Foto: Ghazali Dasuqi/detikcom
Situbondo - Proyek pembangunan jalan tol Probolinggo - Banyuwangi (Probowangi) seksi II di Situbondo masuk tahap konsultasi publik, Rabu (4/9/2019). Ratusan warga di Kecamatan Panarukan dikumpulkan di kantor Kecamatan setempat mengikuti sosialisasi proyek jalan tol Trans Jawa tersebut.

Para warga itu merupakan pemilik lahan yang akan digunakan untuk proyek pembangunan jalan tol Probowangi Seksi II.

"Ini proses pengadaan tanah untuk proyek jalan tol Probowangi. Yang sudah selesai pengadaan tanahnya itu sampai Probolinggo. Situbondo dan Banyuwangi belum selesai. Situbondo masuk Seksi II dan Banyuwangi Seksi III," kata Kabag Pemerintahan Pemprov Jatim, Dwi Mardiana, di lokasi acara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut penjelasan lengkap sosialisasi tersebut:
Dalam sosialisasi itu disampaikan pembangunan jalan tol Probowangi Seksi II di Situbondo akan memiliki panjang 110 Km, dengan lebar sekitar 60 meter. Untuk kepentingan itu, dibutuhkan lahan seluas 1.072 hektare (Ha). Lahan itu tersebar di 46 Desa dalam 14 Kecamatan di Situbondo. Dari lahan yang dibutuhkan proyek jalan tol ini, tanah masyarakat sekitar 56%, Perhutani 32%, instansi 2%, dan lainnya.

"Dari kebutuhan tersebut, masuk tanah sawah sekitar 439,5 hektar atau 41%, pemukiman 15%, selebihnya masuk kawasan Perhutani dan pemerintah," beber Agus Winarno, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementrian Pekerjaan Umum Dinas Bina Marga.

Semula pintu jalan tol di sepanjang Situbondo ini direncanakan hanya ada dua. Namun, sambung Agus, karena usulan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, pintu tol di Situbondo ditambah menjadi 4. Masing-masing, di Kecamatan Besuki, di Desa Pasir Putih Kecamatan Bungatan, Kecamatan Panji, dan di Desa Curah Kalak, Kecamatan Jangkar.

"Pengadaan tanah ini akan disesuaikan dengan UU nomor 02 tahun 2012. Prinsipnya, hak-hak masyarakat harus terpenuhi. Baik yang di atas maupun bawah tanah itu ada nilainya," papar Agus.

Karena itu, jika ada tim yang akan melakukan identifikasi dan inventarisasi pemilik tanah hendaknya bersikap kooperatif. Hasil identifikasi dan inventarisasi itu kemudian akan diumumkan secara terbuka di Balai Desa masing-masing. Sehingga, jika ada ketidaksesuaian pemilik lahan bisa langsung komplain.

"Kami juga akan membuka Posko di masing-masing Balai Desa. Sehingga, jika ada yang kurang jelas warga bisa langsung bertanya," papar Agus Winarno.

Pemerintah juga menjamin pengadaan tanah untuk proyek jalan tol ini akan berjalan terbuka. Keterbukaan itu sekaligus menjawab jaminan transparansi yang sering diragukan masyarakat. Menurut Agus, sesuai peraturan karena pembelinya adalah pemerintah, maka tidak ada potongan apapun dalam ganti rugi tersebut.

"Potongan dan pajak jual beli nol atau tidak ada, karena dibeli pemerintah. Kecuali yang pajak tanahnya sempat nunggak. Semua kebutuhan, baik foto kopi atau materai dan sebagainya, semuanya juga tanggung jawab panitia. Pembayarannya nanti akan langsung ke rekening," ujar Agus Winarno.

Sementara Dwi Mardiana menambahkan, sosialisasi dan konsultasi publik di Situbondo sudah dilakukan sejak Senin (2/9) lalu. Diharapkan sosialasi sudah selesai dalam bulan ini. Sehingga Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, bisa segera mengeluarkan keputusan ijin penetapan lokasi (penlok). Jika ijin penlok sudah terbit, maka tahapan pengadaan tanah bisa dilakukan.

"Sosialisasi ini untuk menjelaskan kepada warga bahwa tanahnya akan digunakan pembangunan jalan tol. Selain itu, agar warga juga mengetahui secara transparan mulai dari persiapan sampai pelaksanaan," tandasnya.

Sebagian pemilik lahan sempat mempertanyakan patokan harga ganti rugi yang disiapkan pemerintah. Salah seorang warga, Abdul Muis mewanti-wanti, agar patokan harga ganti rugi itu tidak hanya didasarkan pada penilaian saja. Tetapi juga harus didasarkan pada 'rasa-rasa' si pemilik lahan. Apalagi lahan pertanian, yang selama ini menjadi satu-satunya sandaran ekonomi masyarakat.

"Tentu ini akan sangat berdampak pada perekonomian kami. Selama ini hasil lahan itu juga menjadi penunjang pendidikan dan masa depan anak-anak kami. Karena itu, kami meminta agar pemerintah juga mengendepankan 'rasa-rasa' dalam menentukan harga ganti rugi nanti," tukas pria asal Desa Sumberkolak itu.

Dwi Mardiana menjelaskan, harga ganti rugi untuk pembebasan lahan itu akan disesuaikan dengan UU nomor 02 tahun 2012. Sehingga meski istilahnya tetap ganti rugi, namun penggantinya cukup menguntungkan, adil, dan layak untuk kemakmuran masyarakat.

"Namun, soal harga itu bukan kewenangan kami. Nanti akan ada tim tersendiri, yakni dari Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP). Jadi akan dinilai, baik secara fisik maupun non fisik. Ganti rugi juga tidak hanya berupa uang, bisa juga berbentuk rumah atau lainnya, yang itu juga atas penilaian dari tim KJPP," papar wanita berjilbab itu

Hide Ads