Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan menyebut pengelolaan aset di komplek Gelora Bung Karno (GBK) berpotensi dijalankan oleh swasta.
Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan potensi tersebut muncul seiring diterbitkannya Perpres Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas.
"Perpres ini menjadi dasar hukum yang lebih baik terutama untuk BMN (barang milik negara)," kata Isa di kantor LMAN, Jakarta, Jumat (6/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini Badan Layanan Umum (BLU) GBK menjadi badan pengelolaan aset negara di sana. Dengan adanya beleid baru ini, dikatakan Isa, pihak BLU GBK bisa menawarkan beberapa pengelolaan aset kepada swasta.
Hasil dari pengelolaan aset tersebut nantinya bisa dimanfaatkan sebagai modal pembangunan infrastruktur baru di kawasan tersebut atau pengembangan veneu yang sudah ada.
"Kalau ini nanti spesifik bisa dimanfaatkan semacam itu, seperti aset di GBK oleh BLU GBK. Karena di situ ada penghasilan pemanfaatan BMN dari stadion, istrora, gelanggang renang dan sebagainya," jelasnya.
"Misal mau bikin venue baru, dia sebenernya kan BLU harusnya punya pemikiran kreatif menggunakan uang untuk bangun venue baru panahan lebih bagus mungkin," tambahnya.
Baca juga: Basuki Rombak Pejabat Kementerian PUPR |
Pengelolaan aset negara oleh pihak swasta bukan menjual aset melainkan menjual keuntungan yang selama ini didapat BLU GBK. Skema itu sudah diterapkan pada jalan tol milik BMN yang pengelolaannya diserahkan kepada swasta.
"Yang kita sekuritisasi bukan aset, bukan aset yang diperjualbelikan tapi stream of income, sehingga kita dapatkan dana dari present of value dan punya keleluasaan untuk gunakan dana ini utk infrastruktur yang baru," jelasnya.
"Ini kita lihat sebetulnya Jasa Marga dengan komodo bonds dan Hutama Karya dengan bonds, itu salah satu implementasi," tambahnya.
Isa melanjutkan alasan pemerintah menerbitkan aturan ini juga dikarenakan para investor lebih tertarik mengelola aset negara yang sudah menghasilkan keuntungan dibandingkan masuk ke proyek baru.
"Jadi idenya waktu itu, ini investor ini lebih tertarik utk menyediakan dana dan mengelola aset yang sudah ada daripada investasi masuk ke proyek baru," ungkapnya.
(hek/eds)