Ini Sederet Kendala yang Bikin Tol Kelapa Gading-Pulo Gebang Molor

Ini Sederet Kendala yang Bikin Tol Kelapa Gading-Pulo Gebang Molor

Soraya Novika - detikFinance
Kamis, 15 Okt 2020 17:35 WIB
Pembangunan Tol Pulo Gebang-Kelapa Gading terus dikebut pengerjaannya. Para pekerja pun tampak sibuk menyelesaikan proyek jalan tol tersebut.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Sejak awal dibangun mulai Februari 2017 lalu, ruas tol dalam kota Kelapa Gading-Pulo Gebang belum juga rampung. Awalnya, ruas jalan tol ini ditarget rampung akhir 2019 lalu. Namun, sampai kini pembangunannya belum juga selesai atau molor lebih kurang 18 bulan. Padahal, panjang ruas tol ini cuma 9,3 km saja.

Lalu, apa yang menjadi kendala molornya pengerjaan proyek satu ini?

Menurut Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik (PUPR) Endra Saleh Atmawidjaja ada beberapa kendala utama dari penyelesaian proyek ini. Pertama, terkendala karena lokasi pengerjaan tol ini berada di tengah kota yang padat penduduk dan kendaraan. Hal itu membuat intensitas pekerjaan menjadi terbatas mengingat padatnya aktifitas kendaraan dan lain sebagainya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tol di dalam kota yang suasana traffic-nya padat, itu windows timnya pendek, jadi waktu kerjanya itu terbatas karena kita bisa bayangkan di kiri kanan ini kan sangat padat lalu lintasnya," ujar Endra saat meninjau pembangunan Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta Seksi A Kelapa Gading - Pulo Gebang, Jakarta Utara, Kamis (15/10/2020).

Aktivitas pengerjaan dibatasi, katanya untuk menjaga agar aktivitas ekonomi di daerah tempat tol ini dibangun tetap berjalan lancar.

ADVERTISEMENT

"Selain itu, kita juga ingin di koridor ini di koridor ini dari Boulevard Kelapa Gading sampai Bekasi itu tidak ingin ekonominya juga terganggu. Jadi kita ingin ekonomi atau kegiatan usaha di sepanjang koridor juga tetap hidup," sambungnya.

Lalu, ada juga masalah pembebasan lahan yang tak kunjung terselesaikan. Menurutnya yang membuat lamban proses pembebasan lahan di ruas tol ini adalah karena banyaknya bangunan dan utilitas penting lainnya yang berada di sepanjang koridor tersebut. Di antaranya terdiri dari pembebasan lahan tambahan, relokasi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTET - 150 kV), dan utilitas-utilitas lainnya, seperti Pipa gas, Pipa air bersih, Saluran Kabel Tegangan Menengah, dan Saluran Distribusi/ Jaringan Tegangan Rendah. Beberapa utilitas dimaksud berada pada lahan yang belum bebas itu.

"Kemudian pembebasan tanahnya karena ini di dalam kota juga butuh proses ya. Pembebasan tanahnya ini bukan hanya bangunan gedung tapi ada utilitas. Utilitas ini ada Sutet, ada jalur Gas Negara, ada pipa air, kemudian ya ada listrik mungkin di situ," tambahnya.

Anggota BPJT Unsur Profesi Koentjahjo Pamboedi menambahkan alasan molornya konstruksi proyek ini.

"Di dalam kota itu jaringannya (lalu lintas) sudah sangat padat kendaraan. Untuk di luar itu kita bahkan membangun lingkar dalam kota Jorr (Jakarta Outer Ring Road Toll), Jorr 1, Jorr 2, bahkan nanti kemungkinan ada lagi Jorr 3 yang sedang lagi kita proses. Jadi betul-betul radial Timur Barat itu sangat dibutuhkan," paparnya.

Ia meminta semua pihak memaklumi situasi tersebut mengingat tingkat kesulitan yang cukup tinggi.

"Jadi mohon perhatiannya memang tingkat kesulitannya kalau membangun dalam kota itu tinggi sekali. Jadi window time-nya juga pendek jadi hanya bekerja pada saat-saat aman saja. Itu kira-kira waktu yang diperlukan Jadi cukup panjang memang untuk konsumsi apalagi semuanya elevated," tambahnya.

Menurutnya, bila sebuah proyek diburu-buru pengerjaannya justru berisiko menyebabkan kecelakaan konstruksi

"Jadi kalau kita buru-buru keselamatan tertinggal naik banyak terjadi kecelakaan konstruksi," imbuhnya.

Di kesempatan yang sama, General Manager Teknik PT Jakarta Toll Road Development Djadjat Sudradjat merinci kendala teknis lainnya.

"Pada saat kita melaksanakan konstruksi di atas LRT, kami hanya diberi waktu sekian jam pak untuk mengangkat box ini. Jadi karena ini pada saat itu sudah mulai beroperasi ya. Jadi kami minta izin untuk bisa melaksanakan dan itu pun hanya diberi waktu beberapa jam dalam satu malam," terangnya.

Di samping itu, ada dua Sutet yang harus ditinggikan dan proses ini memakan cukup banyak waktu.

"Di situ ada dua Sutet baru yang harus ditinggikan kurang lebih 70 m dari yang semula cuma sekitar 30 meter harus ditinggikan sampai 70 meter dan ini memang ada proses yang cukup panjang," paparnya.




(zlf/zlf)

Hide Ads