Pembangunan proyek MRT Jakarta fase II khususnya di segmen 2 (Harmoni-Kota) terkendala karena proses tender yang berulang kali gagal. Setidaknya, MRT Jakarta mencatat ada 3 paket yang berulang kali gagal tender karena kurangnya minat kontraktor Jepang memberikan penawaran.
Tender yang berulang kali gagal itu terjadi di paket CP 202 yakni pembangunan rute Harmoni-Mangga Besar, dan CP 205 untuk pengadaan sistem perkeretaapian dan rel, serta CP 206 untuk pengadaan rolling stock atau kereta.
"CP 202 ini terkendala, karea ada dua kali proses tender yang kedua-duanya gagal. CP 205 ini kita perpanjang. Batas pemasukan tender 26 Oktober 2020. CP 206, minat kontraktor Jepang mengikuti paket ini boleh dikatakan nihil, atau tidak ada," ungkap Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar dalam diskusi virtual, Senin (19/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proyek MRT Jakarta ini, pemerintah Indonesia memang bekerja sama dengan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Melalui kerja sama itu, JICA memberikan pembiayaan untuk proyek MRT menggunakan mekanisme STEP Loan atau Tied Loan. Sehingga, kontraktor utama diwajibkan berasal dari Jepang.
Namun, hingga saat ini MRT Jakarta kesulitan mencari kontraktor karena minat para pelakunya di Jepang nihil. Kurangnya minat kontraktor Jepang itu pun menyebabkan para kontraktor yang ikut tender memberikan penawaran dengan biaya proyek yang sangat tinggi.
"bargaining position kontraktor Jepang khususnya untuk railway system ini menjadi sangat tinggi. MRT berada pada posisi yang tidak menguntungkan, berhadapan dengan permintaan-permintaan dari kontraktor Jepang," ujar William.
Untuk mengatasi itu, MTRT Jakarta meminta JICA untuk membuka akses bagi kontraktor negara lain bisa ikut dalam tender proyek.
"Jika minat kontraktor Jepang terhadap fase II ini kurang, maka JICA kiranya dapat membuka kemungkinan untuk partisipasi kontraktor internasional non Jepang dalam paket-paket pengerjaan MRT Fase II," urai William.