Keliru dari Awal
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan pembangunan perkeretaapian dan infrastrukturnya tidak semudah membangun jalan tol. Katanya, harus diperhitungkan dengan cermat.
"Tetapi mau bagaimana, kalau daripada mangkrak tidak berfungsi. Ini kurang cermat dalam memperhitungkan dari awal, adanya kekeliruan. Saya juga termasuk yang nggak setuju dari awal juga," katanya kepada detikcom, Senin (11/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu terlalu cepat memutuskan, tetapi kalau sudah berjalan tidak diselesaikan, jadi bagaimana bisa menyelesaikan itu sehingga bisa bermanfaat," tambahnya.
Baca juga: Biaya Bangun Kereta Cepat Bengkak! |
Berisiko Telan APBN Lebih Banyak
Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet menyatakan masuknya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan berisiko jangka menengah bahkan jangka panjang untuk APBN.
Untuk jangka menengah, dia mencontohkan jika ternyata kereta cepat ini tidak terlalu banyak digunakan oleh masyarakat karena tarifnya yang mahal. Hal itu akan berimbas kepada proyeksi keuntungan pengelola.
Karena keuntungan tidak sesuai ekspektasi, hal itu berimbas dengan pengajuan subsidi tiket. Nah itulah yang akan ditanggung APBN lagi.
"Maka tentu ini akan berdampak pada proyeksi keuntungan yang ditetapkan oleh pengelola dari KCI, karena konsorsium dari BUMN, bukan tidak mungkin ada pengajuan subsidi agar tiket menjadi lebih murah, subsidi tentu akan ditanggung oleh APBN lagi," jelasnya.
Kemudian, untuk jangka panjang disebutkan jika terjadi biaya tambahan dalam pembangunan proyek, misalnya dari pembebasan lahan atau biaya impor bahan baku. Imbasnya proyek bisa mangkrak.
"Jika kekurangan hitung berpotensi menghambat pengerjaan kereta cepat, maka resiko penambahan anggarannya akan masuk ke APBN," tutupnya.
(eds/eds)