Geger Kabar Utang Tersembunyi dari China buat Proyek Kereta Cepat

Geger Kabar Utang Tersembunyi dari China buat Proyek Kereta Cepat

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 16 Okt 2021 06:42 WIB
Planning Fallacy Pembangunan Kereta Cepat Jakarta - Bandung
Foto: Agung Pambudhy: Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung
Jakarta -

Laporan lembaga riset AidData sedang hangat dan jadi sorotan publik lantaran menyinggung utang tersembunyi alias hidden debt dari China. Dalam laporan berjudul 'Banking on the Belt and Road: Insight from a new global dataset of 13,427 Chinese Development Projects' pinjaman yang disalurkan China itu bertujuan untuk pembangunan jalur sutera melalui Belt and Road Intiative (BRI) yang selama ini dilakukan di banyak negara.

Salah satunya untuk Indonesia. Nah, di Indonesia dana tersebut digunakan salah satunya untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Awalnya proyek tersebut akan dibiayai JICA atau Japan International Cooperation Agency. JICA memasukkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dalam rencana bantuan pembangunan luar negeri untuk Indonesia.

Saat itu sekitar 75% dari total biaya proyek akan dilakukan melalui skema pinjaman dengan bunga 0,1%. Di sisi lain, China ternyata juga kepincut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dan berupaya menyalip Jepang memenangkan kontrak tersebut. Bahkan, China menawarkan keunggulan dari Jepang dari dimensi pembangunan, kecepatan, hingga pembiayaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awal 2015, Indonesia mengundang China untuk memasukkan proposal alternatif dan China mengusulkan biaya yang lebih rendah dan pembiayaan dijamin oleh China Development Bank (CDB) dengan bunga 2% dan waktu pembangunan lebih cepat.

September 2015 beredar kabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung karena bisa membuat utang pemerintah membengkak. Namun belakangan Jokowi menyanggah kabar tersebut.

ADVERTISEMENT

Jepang pun langsung merespons dengan menawarkan pengurangan 50% yang harus dijamin oleh negara. China juga tidak mau kalah. Negeri Tirai Bambu menawarkan penghapusan seluruh syarat jaminan negara dan mengusulkan transaksi neraca di luar pemerintah.

Singkat Cerita, pemerintah akhirnya memilih China menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Kemudian China Development Bank akan meneruskan pinjaman ke sebuah perusahaan yang dibentuk atas patungan China dan Indonesia. Pada 2017 CDB meneken perjanjian pinjaman senilai US$ 3,96 miliar dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang 60% saham dimiliki oleh Indonesia dan 40% China untuk mengerjakan proyek kereta cepat ini.

Kementerian Keuangan pun buka suara menanggapi hangatnya isu hidden debt tersebut. Langsung klik halaman berikutnya.

Tonton juga video icip-icip Subway yang baru buka lagi di Indonesia berikut ini:

[Gambas:Video 20detik]



Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan secara detil terkait utang tersembunyi tersebut. Dia menjelaskan, utang tersembunyi versi AidData tidak dimaksudkan sebagai utang yang tak dilaporkan atau disembunyikan. Melainkan utang non pemerintah, tapi jika ada wanprestasi berisiko menyenggol pemerintah.

"Jadi di titik ini kita sepakat, ini bukan isu transparansi. Utang tsb dihasilkan dari skema Business to Business (B-to-B) yang dilakukan dengan BUMN, bank BUMN, special purpose vehicle, perusahaan patungan dan swasta. Utang BUMN tidak tercatat sebagai utang pemerintah dan bukan bagian dari utang yang dikelola pemerintah," jelas Prastowo dikutip dari akun Twitter @prastow, Jumat (15/10/2021)

"Utang perusahaan patungan dan swasta tidak masuk dalam wewenang pemerintah, sehingga jika pihak-pihak tersebut menerima pinjaman, maka pinjaman ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka. Meski demikian tata kelola kita kredibel dan akuntabel soal ini," sambung Prastowo.

Sedangkan untuk utang luar negeri (ULN) yang dilakukan pemerintah, BUMN dan swasta tercatat dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). SULNI disusun dan dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan, clear dan transparan.

Masih dalam cuitannya, Prastowo menjelaskan berdasarkan data SULNI akhir Juli 2021, total utang luar negeri Indonesia dari China sebesar US$ 21,12 miliar. Terdiri dari utang yang dikelola pemerintah sebesar US$ 1,66 miliar (0,8% dari total utang luar negeri pemerintah), serta utang BUMN dan swasta totalnya sebesar US$ 19,46 miliar.

"Dengan demikian, dalam konteks Indonesia, tidak tepat terdapat utang luar negeri (termasuk pinjaman China) dikategorikan sebagai "hidden debt". Semua ULN yang masuk ke Indonesia tercatat dalam SULNI dan informasinya dapat diakses oleh publik. Tak ada yg disembunyikan atau sembunyi2," tegas Prastowo.


Hide Ads