Biaya Kereta Cepat Garapan China Bengkak, Lebih Mahal dari Tawaran Jepang?

Biaya Kereta Cepat Garapan China Bengkak, Lebih Mahal dari Tawaran Jepang?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 16 Okt 2021 17:00 WIB
Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Foto: Dok. KCIC
Jakarta -

Proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi sorotan setelah adanya laporan dari lembaga riset AS AidData yang menyebut pembangunan menggunakan hidden debt. Memang pembiayaan ini menggunakan skema business to business (b-to-b), jadi tidak melibatkan utang negara.

Tapi pembangunan ini juga menuai kontroversi, mulai dari studi yang dilakukan Jepang lalu proyek 'disikat' China hingga adanya pembengkakan biaya dalam proyek yang menjadi US$ 1,3 miliar hingga US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 18,4 triliun - Rp 22,7 triliun (asumsi kurs Rp 14.200).

Sebelumnya biaya pembangunan dipatok US$ 6 miliar atau sekitar Rp 85,2 triliun. Tapi saat ini biaya pembangunan sudah menyentuh US$ 7,97 miliar atau sebesar Rp 113,1 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dicatat dari pemberitaan detikcom, awalnya China menawarkan pinjaman US$ 5,5 miliar lebih murah dari penawaran Jepang. Bahkan dengan jangka waktu 50 tahun dengan bunga 2% per tahun.

China juga menawarkan skema investasi 40% di bawah kepemilikan China dan 60% kepemilikan lokal. Hal inilah yang membentuk konsorsium BUMN PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

ADVERTISEMENT

Tawaran Jepang

Tapi ketika proyek jalan biaya melonjak menjadi US$ 5,9 miliar. Bahkan terus membengkak menjadi US$ 6,07 miliar.

Saat penawaran proyek, China tak sendirian. Sudah ada Jepang yang lebih dulu melakukan studi kelayakan melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Bahkan Jepang sudah mengucurkan dana hingga US$ 3,5 juta sejak 2014 lalu untuk studi ini.

Pada 26 Agustus 2015, Utusan Jepang Izumi Hiroto membawa proposal revisi kedua ke Jakarta untuk pinjaman proyek. Jepang menawarkan nilai investasi sebesar US$ 6,2 miliar atau setara dengan Rp 88 triliun (kurs Rp 14.200). Saat itu Jepang meminta 75% proyek dibiayai oleh Jepang dengan pinjaman dengan waktu 40 tahun dan bunga 0,1% satu tahun.

Selain itu masa tenggang hingga 10 tahun, padahal bunga yang ditawarkan Jepang hingga 0,5% per tahun. Jepang kala itu juga meminta jaminan dari pemerintah, jika tidak ada maka mereka tidak mau menggarap proyek tersebut. Berbeda dengan China yang mengaku siap untuk menggarap proyek dengan skema business to business tanpa ada jaminan sama sekali dari pemerintah.

Apa kata Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo? Klik halaman selanjutnya.

Menanggapi hal tersebut Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, memang dulunya proyek pembangunan kereta cepat ini ada dua dari China dan Jepang. Saat itu Jepang meminta full guarantee atau jaminan penuh dari pemerintah, Jepang juga saat itu tidak mau melakukan transfer teknologi.

"Kalau Jepang ada full guarantee, China tidak butuh. Memang dulu kita terlalu agresif, dan memutuskan tidak bisa pakai APBN, jadi b-to-b," ujar dia kepada detikcom, Sabtu (16/10/2021).

Tiko menyebutkan, baik China maupun Jepang saat ini pasti ada pengaruh geopolitis dan plus minus dari kedua negara. Dia menambahkan, untuk menghadapi pembengkakan biaya ini pemerintah berupaya membantu dengan APBN, tapi memberikan ke PMN ke WIKA dan KAI karena memang kedua BUMN ini terdampak pandemi.

"Kita tidak langsung kasih dana ke proyek, tapi kita ke KAI dan WIKA untuk memenuhi modal ke depan. Dengan China transfer teknologi tetap jalan seperti pelatihan masinis sampai yang lain-lain sesuai dengan permintaan kita," jelas dia. Tiko mengaku optimis jika proyek bisa selesai sesuai dengan target pada kuartal I 2021.

Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan balik modal. Hal itu ia katakan dalam dialog bertajuk COVID-19 dan Ancaman Kebangkrutan Dunia Usaha, Rabu (13/10) lalu.

"Sebentar lagi rakyat membayar kereta cepat. Barangkali nanti tiketnya Rp 400 ribu sekali jalan. Diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal," kata Faisal, dikutip Sabtu (16/10/2021).

Selain itu, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga dinilainya sebagai proyek mubazir. Tak hanya kereta cepat, dari paparan Faisal, dia menunjukkan Bandara Kertajati, Pelabuhan Kuala Tanjung, dan LRT Palembang juga termasuk.

"Ini proyek mubazir, nggak karu-karuan, kereta cepat sebentar lagi mau disuntik pakai APBN, Bandara Kertajati lebih baik jadi gudang ternak aja. Pelabuhan Kuala Tanjung dibangun dekat Belawan, kemudian LRT Palembang. Kesimpulannya kesalahan pucuk pimpinan," tuturnya.


Hide Ads