Kementerian PUPR Ungkap Biang Kerok Turunnya Muka Tanah

Kementerian PUPR Ungkap Biang Kerok Turunnya Muka Tanah

Ari Purnomo - detikFinance
Rabu, 08 Des 2021 21:45 WIB
Alat ukur penurunan muka tanah di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (22/1/2021).
Foto: Robby Bernardi/detikcom
Solo -

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) melalui Ditjen Cipta Karya mendorong penggunaan air baku menggunakan jaringan perpipaan. Pasalnya, penggunaan air baku non perpipaan berdampak pada kondisi lingkungan yakni penurunan muka air tanah.

Hal itu sebagaimana disampaikan Dirjen Cipta Karya Kemen PUPR Diana Kusumastuti saat memberikan sambutan dalam kegiatan Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) menggelar Musyawarah Antar-Air Minum Nasional (Mapamnas) ke XIV di Solo, Rabu (8/12/2021).

Dalam kegiatan yang bertajuk 'Ketahanan Iklim dan RPAM Menjamin Pasokan Air Aman tahun 2024', Diana mengatakan, kondisi ini sebagaimana terlihat di wilayah DKI Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penggunaan air yang tidak aman, Selain berdampak pada kesehatan juga berdampak pada lingkungan. Penggunaan air tanah sebagai air baku akan mengakibatkan muka air tanah turun, penurunan di Pulau Jawa terutama di DKI Jakarta antara 10 sampai 12 meter per tahunnya, " ungkap Diana.

Pihaknya pun mengajak perusahaan air minum daerah di seluruh Indonesia agar mencegah terjadinya hal itu. Salah satunya yakni melakukan jaringan perpipaan penggunaan air baku.

ADVERTISEMENT

"Kita harus mendorong menggunakan air perpipaan. Salah satu strategi alat untuk mencapai akses air minum aman adalah menerapkan rencana pengamanan air minum (RPAM) seperti yang dibahas saat ini," katanya.

Dipaparkan Diana, saat ini penggunaan air di Indonesia 70% masih menggunakan air non perpipaan.

"Masih ada 70% jaringan yang non perpipaan, ada sumur dangkal sungai, tadah hujan, bahkan ada air yang dijual eceran oleh pedagang keliling, jadi PDAM belum bisa memenuhi pelayanan yang ada di Indonesia masih sedikit sekali," tuturnya.

Kondisi ini dikatakannya menjadi perhatian bersama, memanfaatkan sumber air tersebut ternyata memiliki potensi risiko yang lebih besar terdampak pada pencemaran terhadap air yang dimanfaatkan.

"Kita dapat membayangkan jika permukiman padat penduduk kemudian jarak antar sumur dengan septik tank tidak ideal, karena permukiman kumuh belum ideal. Ini ada potensi kontaminasi bakteri ecoli," pungkas Diana.




(das/das)

Hide Ads